Chronic Obstructive Pulmonal Disease ( COPD ) adalah sekresi mukoid bronchial yang bertambah secara menetap disertai dengan kecenderungan terjadinya infeksi yang berulang dan penyempitan saluran nafas , batuk produktif selama 3 bulan, dalam jangka waktu 2 tahun berturut-turut ( Ovedoff, 2002 ). Sedangkan menurut Price & Wilson (2005), COPD adalah suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai dengan obstruksi aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya.
Klasifikasi
Menurut Alsagaff & Mukty (2006), COPD dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
- Asma Bronkhial: dikarakteristikan oleh konstruksi yang dapat pulih dari otot halus bronkial, hipersekresi mukoid, dan inflamasi, cuaca dingin, latihan, obat, kimia dan infeksi.
- Bronkitis kronis: ditandai dengan batuk-batuk hampir setiap hari disertai pengeluaran dahak sekurang-kurangnya 3 bulan berturut-turut dalam satu tahun, dan paling sedikit selama 2 tahun. Gejala ini perlu dibedakan dari tuberkulosis paru, bronkiektasis, tumor paru, dan asma bronkial.
- Emfisema: suatu perubahan anatomis paru-paru yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran udara sebelah distal bronkus terminal, disertai kerusakan dinding alveolus.
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan resiko munculnya COPD (Mansjoer, 1999) adalah :
- Kebiasaan merokok
- Polusi udara
- Paparan debu, asap, dan gas-gas kimiawi akibat kerja.
- Riwayat infeksi saluran nafas.
- Bersifat genetik yaitu defisiensi -1 antitripsin.
Berdasarkan Brunner & Suddarth (2005) adalah sebagai berikut :
- Batuk produktif, kronis pada bulan-bulan musim dingin.
- Batuk kronik dan pembentukan sputum purulen dalam jumlah yang sangat banyak.
- Dispnea.
- Nafas pendek dan cepat (Takipnea).
- Anoreksia.
- Penurunan berat badan dan kelemahan.
- Takikardia, berkeringat.
- Hipoksia, sesak dalam dada.
- Anamnesis : Riwayat penyakit ditandai 3 gejala klinis diatas dan faktor-faktor penyebab.
- Pemeriksaan fisik :
- Pasien biasanya tampak kurus dengan barrel-shapped chest (diameter anteroposterior dada meningkat).
- Fremitus taktil dada berkurang atau tidak ada.
- Perkusi pada dada hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru hati lebih rendah, pekak jantung berkurang.
- Suara nafas berkurang.
- Pemeriksaan radiologi
- Foto thoraks pada bronkitis kronik memperlihatkan tubular shadow berupa bayangan garis-garisyang pararel keluar dari hilus menuju ke apeks paru dan corakan paru yang bertambah.
- Pada emfisema paru, foto thoraks menunjukkan adanya overinflasi dengan gambaran diafragma yang rendah yang rendah dan datar, penciutan pembuluh darah pulmonal, dan penambahan corakan kedistal.
- Tes fungsi paru : Dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea untuk menentukan penyebab dispnea, untuk menentukan apakah fungsi abnormal adalah obstimulasi atau restriksi, untuk memperkirakan derajat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek terapi, misalnya bronkodilator.
- Pemeriksaan gas darah.
- Pemeriksaan EKG
- Pemeriksaan Laboratorium darah : hitung sel darah putih.
Infeksi yang berulang, pneumotoraks spontan, eritrosit karena keadaan hipoksia kronik, gagal nafas, dan kor pulmonal.
Penatalaksanaan
- Pencegahan : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi dan polusi udara.
- Terapi ekserbasi akut dilakukan dengan :
- Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi :
- Infeksi ini umumnya disebabkan oleh H. Influenza dan S. Pneumonia, maka digunakan ampisilin 4 x 0,25 – 0,5 g/hari atau aritromisin 4 x 0,5 g/hari.
- Augmentin (amoxilin dan asam klavuralat) dapat diberikan jika kuman penyebab infeksinya adalah H. Influenza dan B. Catarhalis yang memproduksi B. Laktamase. Pemberian antibiotic seperti kotrimoksosal, amoksisilin atau doksisilin pada pasien yang mengalami eksaserbasi akut terbukti mempercepat penyembuhan dan membantu mempererat kenaikan peak flowrate. Namun hanya dalam 7 – 10 hari selama periode eksaserbasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-tanda pneumonia, maka dianjurkan antiobiotik yang lebih kuat.
- Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernafasan karena hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas CO2.
Fisioterapi membantu pasien untuk mengeluarkan sputum dengan baik. - Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan nafas, termsuk didalamnya golongan adrenergic B dan antikolinergik. Pada pasien dapat diberikan sulbutamol 5 mg dan atau protropium bromide 250 g diberikan tiap 6 jam dengan rebulizer atau aminofilin 0,25 – 05 g IV secara perlahan.
- Terapi jangka panjang dilakukan dengan :
- Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin 4 x 0,25 – 0,5/hari dapat menurunkan ekserbasi akut.
- Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran nafas tiap pasien, maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif fungsi foal paru.
- Fisioterapi.
- Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi akivitas fisik.
- Mukolitik dan ekspekteron.
- Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal nafas Tip II dengan PaO2
- Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri dan terisolasi, untuk itu perlu kegiatna sosialisasi agar terhindar dari depresi. Rehabilitasi untuk pasien PPOK/COPD: a) Fisioterapi b) Rehabilitasi psikis c) Rehabilitasi pekerjaan.
Pengkajian
- Identitas klien Nama, tempat tanggal lahir, umur, jenis kelamin, agama/suku, warga Negara, bahasa yang digunakan, penanggung jawab meliputi : nama, alamat, hubungan dengan klien.
- Pola persepsi kesehatan-pemeliharaan kesehatan. Kaji status riwayat kesehatan yang pernah dialami klien, apa upaya dan dimana kliwen mendapat pertolongan kesehatan, lalu apa saja yang membuat status kesehatan klien menurun.
- Pola nutrisi metabolik. Tanyakan kepada klien tentang jenis, frekuensi, dan jumlah klien makan dan minum klien dalam sehari. Kaji selera makan berlebihan atau berkurang, kaji adanya mual muntah atau pun adanya terapi intravena, penggunaan selang enteric, timbang juga berat badan, ukur tinggi badan, lingkaran lengan atas serta hitung berat badan ideal klien untuk memperoleh gambaran status nutrisi.
- Pola eliminasi.
- Kaji terhadap frekuensi, karakteristik, kesulitan/masalah dan juga pemakaian alat bantu seperti folly kateter, ukur juga intake dan output setiap sifat.
- Eliminasi proses, kaji terhadap frekuensi, karakteristik, kesulitan/masalah defekasi dan juga pemakaian alat bantu/intervensi dalam Bab.
- Pola aktivitas dan latihan Kaji kemampuan beraktivitas baik sebelum sakit atau keadaan sekarang dan juga penggunaan alat bantu seperti tongkat, kursi roda dan lain-lain. Tanyakan kepada klien tentang penggunaan waktu senggang. Adakah keluhan pada pernapasan, jantung seperti berdebar, nyeri dada, badan lemah.
- Pola tidur dan istirahat Tanyakan kepada klien kebiasaan tidur sehari-hari, jumlah jam tidur, tidur siang. Apakah klien memerlukan penghantar tidur seperti membaca, minum susu, menulis, mendengarkan musik, menonton televisi. Bagaimana suasana tidur klien apakah terang atau gelap. Sering bangun saat tidur dikarenakan oleh nyeri, gatal, berkemih, sesak dan lain-lain.
- Pola persepsi kognitif Tanyakan kepada klien apakah menggunakan alat bantu penglihatan, pendengaran. Adakah klien kesulitan mengingat sesuatu, bagaimana klien mengatasi tak nyaman : nyeri. Adakah gangguan persepsi sensori seperti penglihatan kabur, pendengaran terganggu. Kaji tingkat orientasi terhadap tempat waktu dan orang.
- Pola persepsi dan konsep diri Kaji tingkah laku mengenai dirinya, apakah klien pernah mengalami putus asa/frustasi/stress dan bagaimana menurut klien mengenai dirinya.
- Pola peran hubungan dengan sesama Apakah peran klien dimasyarakat dan keluarga, bagaimana hubungan klien di masyarakat dan keluarga dan teman sekerja. Kaji apakah ada gangguan komunikasi verbal dan gangguan dalam interaksi dengan anggota keluarga dan orang lain.
- Pola produksi sesual Tanyakan kepada klien tentang penggunaan kontrasepsi dan permasalahan yang timbul. Berapa jumlah anak klien dan status pernikahan klien.
- Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress. Kaji faktor yang membuat klien marah dan tidak dapat mengontrol diri, tempat klien bertukar pendapat dan mekanisme koping yang digunakan selama ini. Kaji keadaan klien saat ini terhadap penyesuaian diri, ugkapan, penyangkalan/penolakan terhadap diri sendiri.
- Pola sitem kepercayaan Kaji apakah klien sering beribadah, klien menganut agama apa?. Kaji apakah ada nilai-nilai tentang agama yang klien anut bertentangan dengan kesehatan.
- Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan gangguan peningkatan produksi secret, sekresi tertahan, tebal dan kental.
- Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen berkurang. (obstruksi jalan napas oleh secret, spasme bronkus).
- Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan proses peradangan pada selaput paru-paru.
- Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan gangguan peningkatan produksi secret, sekresi tertahan, tebal dan kental.
- Kaji/pantau frekuensi pernapasan, catat rasio inspirasi/ekspirasi. Rasional :
- Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, misalnya peninggian kepala tempat tidur, duduk dan sandaran tempat tidur. Rasional :
- Auskultasi bunyi napas, catat adanya bunyi napas misalnya : mengi, krokels dan ronki. Rasional :
- Catat adanya /derajat disepnea, misalnya : keluhan “lapar udara”, gelisah, ansietas, distress pernapasan, dan penggunaan obat bantu. Rasional :
- Dorong/bantu latihan napas abdomen atau bibir. Rasional :
- Observasi karakteristik batuk, misalnya : menetap, batuk pendek, basah, bantu tindakan untuk memperbaiki keefektifan jalan napas. Rasional :
- Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung. Rasional :
- Bronkodilator, misalnya, β-agonis, efinefrin (adrenalin, vavonefrin), albuterol (proventil, ventolin), terbutalin (brethine, brethaire), isoeetrain (brokosol, bronkometer). Rasional :
- Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen berkurang. (obstruksi jalan napas oleh sekret, spasme bronkus).
- Tanpa terapi oksigen, SaO2 95 % dan klien tidak mengalami sesak napas.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal
- Tidak ada tanda-tanda sianosis.
- Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan, catat pengguanaan otot aksesorius, napas bibir, ketidakmampuan bicara/berbincang. Respon :
- Kaji/awasi secara rutin kulit dan warna membran mukosa. Rasional :
- Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernapas. Dorong napas dalam perlahan atau napas bibir sesuai dengan kebutuhan/toleransi individu. Rasional :
- Dorong mengeluarkan sputum, pengisapan bila diindikasikan. Rasional :
- Auskultasi bunyi napas, catat area penurunan aliran udara dan/atau bunyi tambahan. Rasional :
- Awasi tanda-tanda vital dan irama jantung. Rasional :
- Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi pasien. Rasional :
- Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan proses peradangan pada selaput paru-paru.
- Klien mengatakan rasa nyeri berkurang/hilang.
- Ekspresi wajah rileks.
- Tentukan karakteristik nyeri, misalnya ; tajam, konsisten, di tusuk, selidiki perubahan karakter/intensitas nyeri/lokasi. Respon :
- Pantau tanda-tanda vital. Rasional :
- Berikan tindakan nyaman, misalnya ; pijatan punggung, perubahan posisi, musik tenang/perbincangan, relaksasi/latihan napas. Rasional :
- Tawarkan pembersihan mulut dengan sering. Rasional :
- Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama episode batuk. Rasional :
- Berikan analgesic dan antitusif sesuai indikasi. Rasional :
Tujuan : Ventilasi/oksigenisasi adekuat untuk kebutuhan individu.
Kriteria hasil : Mempertahankan jalan napas paten dan bunyi napas bersih/jelas.
Intervensi
Takipnea biasanya ada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau selama stress/adanya proses infeksi akut. Pernapasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang di banding inspirasi.
Peninggian kepala tempat tidur mempermudah pernapasan dan menggunakan gravitasi. Namun pasien dengan distress berat akan mencari posisi yang lebih mudah untuk bernapas. Sokongan tangan/kaki dengan meja, bantal dan lain-lain membantu menurunkan kelemahan otot dan dapat sebagai alat ekspansi dada.
Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan napas dan dapat/tidak dimanifestasikan dengan adanya bunyi napas adventisius, misalnya : penyebaran, krekels basah (bronchitis), bunyi napas redup dengan ekspirasi mengi (emfisema), atau tidak adanya bunyi napas (asma berat).
Disfungsi pernapasan adalah variable yang tergantung pada tahap proses kronis selain proses akut yang menimbulkan perawatan di rumah sakit, misalnya infeksi dan reaksi alergi.
Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea dan menurunkan jebakan udara.
Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya bila pasien lansia, sakit akut, atau kelemahan. Batuk paling efektif pada posisi duduk paling tinggi atau kepala dibawah setelah perkusi dada.
Hidrasi membantu menurunkan kekentalan secret, mempermudah pengeluaran. Penggunaan air hangat dapat menurunkan spasme bronkus. Cairan selama makan dapat meningkatkan distensi gaster dan tekanan pada diafragma.
Merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti local, menurunkan spasme jalan napas, mengi dan produksi mukosa. Obat-obatan mungkin per oral, injeksi atau inhalasi. dapat meningkatkan distensi gaster dan tekanan pada diafragma.
(Doenges, 1999. hal 156).
Tujuan : Mempertahankan tingkat oksigen yang adekuat untuk keperluan tubuh.
Kriteria hasil :
Intervensi :
Berguna dalam evaluasi derajat distres pernapasan dan kronisnya proses penyakit.
Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral (terlihat sekitar bibir atau danun telinga). Keabu-abuan dan dianosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia.
Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan laithan napas untuk menurunkan kolaps jalan napas, dispnea dan kerja napas.
Kental tebal dan banyak sekresi adalah sumber utama gangguan pertukaran gas pada jalan napas kecil, dan pengisapan dibuthkan bila batuk tak efektif.
Bunyi napas mingkin redup karena penurrunan aliran udara atau area konsolidasi. Adanya mengi mengindikasikan spasme bronkus/ter-tahannya sekret. Krekles basah menyebar menunjukan cairan pada interstisial/dekompensasi jantung.
Takikardi, disiretmia dan perubahan tekanan darah dapat menunjuk efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
Dapat memperbaiki/mencegah memburuknya hipoksia. Catatan ; emfisema koronis, mengatur pernapasan pasien ditentukan oleh kadar CO2 dan mungkin dikeluarkan dengan peningkatan PaO2 berlebihan.
(Doenges, 1999. hal 158).
Tujuan : Rasa nyeri berkurang sampai hilang.
Kriteria hasil :
Intervensi :
Nyeri dada biasanya ada dalam beberapa derajat pneumonia, juga dapat timbul komplikasi seperti perikarditis dan endokarditis.
Perubahan frekuensi jantung atau TD menunjukan bahwa pasien mengalami nyeri, khususnya bila alasan lain untuk perubahan tanda-tanda vital.
Tindakan non-analgetik diberikan dengan sentuhan lembut dapat menghilangkan ketidaknyamanan dan memperbesar efek terapi analgesic.
Pernapasan mulut dan terapi oksigen dapat mengiritasi dan mengeringkan membran mukosa, potensial ketidaknyamanan umum.
Alat untuk mengontrol ketidaknyamanan dada sementara meningkatkan keefektifan upaya batuk.
Obat ini dapat digunakan untuk menekan batuk non produktif/proksimal atau menurunkan mukosa berlebihan, meningkatkan kenyamanan/istirahat umum.
(Doenges, 1999. hal 171).
0 Response to " Asuhan Keperawatan Chronic Obstructive Pulmonal Disease "
Post a Comment