10 Fakta Tentang Si Buah Hati

Abel (18 bulan) tiba-tiba bersorak, “Yeah!” Tidak jelas mengapa ia bersorak seperti itu. Apakah untuk acara TV yang sedang asyik ditontonnya atau untuk menyambut sang mama yang baru pulang bekerja. “Itu tidak penting. Yang pasti nih, saya ikut-ikutan bersorak. Abel pun terkikik-kikik sampai bahunya terguncang-guncang. Entah mengapa waktu itu ia memamerkan gaya tertawa yang agak…. aneh,” tutur Ria Suryadi, mama satu anak yang tinggal di Perumahan Green Garden, Jakarta Barat.

Tiap harinya, ada saja polah baru Abel. Sekarang tertawa terkikik-kikik, padahal kemarin dia menangis tersedu-sedu dan kelihatan sedih sekali. Dan semua itu dilakukannya untuk menarik perhatian mama tercinta. Suami Ria sampai terkagum-kagum melihat ulah si kecil, bahkan berulang kali bertanya, “Siapa sih, yang ngajari dia tertawa seperti itu?” Atau kadang-kadang terselip nada bangga dari ucapannya, “Jangan-jangan ia punya bakat akting.”

Dulu, Ria cuma mengangkat bahu melihat polah Abel yang suka macam-macam. Tapi setelah curhat dengan beberapa sahabat yang punya anak lebih kecil dari Abel – plus mereka mengalami hal serupa – Ria jadi mengerti kalau sebagian besar tahapan tumbuh kembang tidak muncul begitu saja. Ternyata anak melatih dirinya setiap hari – dan dalam proses berlatih itu mungkin saja beraksi dengan cara yang mengejutkan, membingungkan, atau bahkan mengkhawatirkan.
Butuh bukti? Simak deh, cerita seru sahabat-sahabat saya tentang anak-anaknya. Plus simak juga penjelasan dari pakar perkembangan seputar apa yang terjadi pada bayi-bayi mereka.

1. “Bayi saya tidak pernah merangkak.”
“Tidak seperti kedua kakaknya, Dea (sembilan bulan) tidak melalui tahapan merangkak. Setelah mahir duduk, ia langsung berdiri dan merambat pada benda-benda di sekitarnya untuk mengambil sesuatu. Normal nggak, sih?” tanya Lani Wijaya, mama tiga anak yang tinggal di Petojo, Jakarta Pusat.
Pemecahan misteri: “Merangkak adalah keterampilan yang sifatnya teknis, dan tak ada cara paling benar untuk melakukannya,” kata Alison Gopnik, Ph.D., profesor psikologi di University of California, Berkeley, sekaligus penulis The Scientist in the Crib. “Beberapa bayi merayap di atas perutnya; sedangkan lainnya merangkak mundur. Sebagian lagi malah tidak pernah merangkak – dari duduk langsung berjalan.”
Gopnik menambahkan, “Bayi yang bobotnya lebih berat butuh waktu lebih lama untuk berlatih merangkak ketimbang bayi yang lebih kurus. Ini berarti bentuk tubuh bisa mempengaruhi gaya merangkak si kecil.”

2. “Reaksi si kecil suka berlebihan.”
“Pertama kali diajak ke Ancol, Dino (satu tahun dua bulan) senang sekali. Dengan antusias, ia berjalan di area jogging track yang ada di pinggir pantai. Tapi, begitu kami pindah ke area yang berpasir, ia langsung mogok jalan. Selain kelihatan ngeri, geli, dan jijik; Dino minta digendong dan tak mau sedetikpun bermain di pasir,” cerita Deviana, mama tiga anak dan warga Grogol, Jakarta Barat. “Rencananya sih, saya ingin memperkenalkan suatu pengalaman yang baru. Terbayang betapa gembiranya si kecil bermain di atas pasir yang lembut. Tapi ternyata.…”
Pemecahan misteri: Anak sering bereaksi berlebihan begitu menemukan sesuatu yang kontras. Tapi, itu juga merupakan pertanda baik. “Reaksi tersebut adalah sinyal kalau bayi semakin matang dan mampu membedakan sesuatu yang benar-benar lain,” tutur Stefanie Powers, pakar tumbuh kembang anak di Zero to Three, Washington, D.C. Bisa jadi, bayi Anda untuk pertama kalinya akan memperhatikan hal kontras yang ada di atas lantai, sesuai jarak pandangnya.

3. “Apakah sudah benar-benar bisa berteman?”
“Suatu Minggu, saya ajak Andin (satu tahun lima bulan) ke rumah Ricky, sepupunya yang sebaya, biar bisa main bersama. Tapi yang terjadi, Ricky malah tak mau lepas dari gendongan mamanya. Dan Andin? Ia malah lebih asyik memperhatikan botol jus yang dikocok-kocok mamanya Ricky. Bahkan, ia memandang dengan penuh takjub,” cerita Cynthia Djordy, mama dua anak yang bermukim di perumahan Jaka Sampurna, Bekasi Selatan. Gagal deh, misi Cynthia untuk mengajarkan Andin bersosialisasi.
Pemecahan misteri: “Selama ini, bayi-bayi dianggap tidak pernah memperhatikan anak lain,” kata Powers. Juga, tambahnya, ada daya tarik tersendiri dari gerakan cepat seseorang yang setinggi jarak pandangnya. “Bayi-bayi biasanya tertarik pada anak-anak yang duduk di lantai bersamanya dan suka bermain, serta tidak suka duduk diam di kursi seperti halnya orang dewasa.”

4. “Kok tak ada capeknya?”
“Setelah mahir duduk, Mandy (10 bulan) rajin memamerkan kemampuan berdirinya pada seluruh anggota keluarga. Dari posisi duduk, ia lalu berdiri dan bergoyang-goyang sebentar sambil memandang ke arah kami dengan bangga. Lucunya, hal itu tidak cukup dilakukan sekali saja, melainkan ‘harus’ berkali-kali. Saya tak habis pikir. ‘Apa nggak capek, tuh?’” tutur Lily Setyani, mama tiga anak yang tinggal di Green Vile, Jakarta Barat.
Pemecahan misteri: “Bayi belajar melalui latihan,” ujar Lise Eliot, Ph.D., penulis What’s Going On in There? How the Brain and Mind Develop in the First Five Years of Life. Mengulangi suatu tugas sampai berkali-kali amat besar manfaatnya bagi si kecil: Hal itu bisa memperkuat otot-otot dan membangun ‘jalur’ baru dalam otak, sehingga ia makin piawai saat melakukan berbagai gerakan. Semua itu membuat keterampilan motoriknya kian oke.

5. “Biarpun ngantuk, tetap saja tak mau tidur.”
“Begitu ngantuk menyerang, Ferren (satu tahun tiga bulan) suka ngadat. Ia mulai cari gara-gara dengan merengek, mengamuk atau membanting-banting mainan. Padahal, sebentar-sebentar mulut kecilnya menguap. Sebenarnya saya sudah tahu kalau Ferren sudah mengantuk berat. Tapi, jika saya mengajaknya ke kamar tidur, ia langsung meronta-ronta dan tidak mau dininabobokan. Ia berjuang mati-matian menahan rasa kantuk. Kalau ngantuk, kenapa ia malah sulit diajak tidur?” tanya Indriani Gunadi, mama satu anak yang tinggal di Menteng, Jakarta Pusat.
Pemecahan misteri: “Semakin muda usia bayi, semakin sulit bagi mereka untuk beralih dari satu kondisi yang membangkitkan semangatnya ke kondisi lain,” kata Gopnik. Sementara orang dewasa bisa secara bertahap mengikuti kantuknya, para bayi justru beralih dari suasana terjaga dan gembira ke kondisi super capek dalam sekejap mata. Perubahan mendadak ini membuat mereka butuh bujukan orang dewasa untuk tenang lagi.

6. “Ngomong apa sih?”
Kayla (sebelas bulan) sering mengeluarkan suara aneh yang diikuti ekspresi tertentu. Kadang dia berpura-pura batuk. Di lain waktu ia malah ‘menggeram’, yang disusul dengan menunjuk sebuah obyek sambil bergumam “Pa-pah!” Tadinya, saya kira ia ingin memanggil papanya. Ketika kami menunjuk ke papanya, dia malah cuek saja,” cerita Joanna Gunawan, mama dua anak yang bermukim di Panglima Polim, Jakarta Selatan.
Pemecahan misteri: Suara-suara ini adalah satu bentuk dari permainan vokal, yang merupakan bagian dari proses belajar bicara. “Awalnya bayi akan membuat suara semacam ini tanpa disengaja, namun bila orang tuanya terus mendorong, ia akan mencoba dan mencoba lagi,” kata Powers. Semakin banyak jenis suara yang dilontarkan, semakin baik – karena itu adalah persiapan untuk merangkai vokal dan konsonan menjadi suatu kata.
Bahkan cara Kayla menggerakkan tangan dan mengucapkan “Pa-pah!”adalah tahapan tumbuh kembang. “Awalnya, saat berinteraksi dengan Anda, bayi cukup puas dengan tersenyum dan bergumam. Lalu, sekitar usia sembilan bulan, ia mulai ingin tahu seputar apa yang Anda rasakan tentang sesuatu atau orang lain. Ini merupakan langkah untuk belajar bersosialisasi,” Gopnik bertutur. Begitu anak menunjuk-nunjuk dan mengeluarkan suara, sebenarnya ia memberitahu Anda bahwa ia menyadari adanya sesuatu, dan meminta Anda berbagi pendapat tentang hal itu.

7. “Tangannya suka iseng.”
“Saya sering memakai baju dengan belahan di tengah. Tapi anak saya, Della (10 bulan), selalu berusaha merapatkan belahan tersebut. Padahal, ia sedang asyik menyusu botol di pangkuan saya. Mula-mula saya bisa mengalihkan keisengannya dengan menyingkirkan tangannya. Namun, tak lama kemudian tangannya kembali ‘beraksi’. Bete, deh,” cerita Dewi Handayani, mama dua anak, warga Tebet, Jakarta Selatan.
Pemecahan misteri: Anda tahu persis kalau banyak mama secara alami bisa melakukan seabrek tugas sekaligus? Nah, begitu pula dengan beberapa anak. Bayi yang gelisah mungkin butuh aktivitas lain untuk menghibur dirinya selagi menyusu. Jika anak makin sulit dialihkan perhatiannya, ini sinyal kalau pikirannya berkembang pesat, kata Eliot. Lama kelamaan anak akan menyadari bahwa sesuatu akan terus ada, sekalipun tidak terlihat dengan kedua matanya.

8. “Ia kagum sekali dengan tangannya.”
“Bima (enam bulan) senang sekali bermain-main dengan tangannya. Kadang ia melambai-lambai, kadang menutup dan membuka telapak tangan. Ekspresinya suka agak bingung. Bisa jadi dia berpikir, ‘Kok bisa ya, tangan saya membuat gerakan seperti ini?’” cerita Sekar Ningrum, mama satu anak yang tinggal di Jelambar, Jakarta Barat.
Pemecahan misteri: Tepat sekali, seperti itulah yang dipikirkan Bima! “Dia jadi lebih pandai ’mengendalikan’ gerakan tangannya, namun tidak selalu menyadari bahwa dirinyalah yang membuat tungkai dan lengannya bergerak,” kata Powers. “Makanya dia terus menatap tangannya sambil berpikir, ‘Maksud kamu tangan ini tidak bergerak sendiri?’”

9. “Apa yang lucu sih?”
“Cici (tujuh bulan) bisa tertawa terbahak-bahak melihat saya memakai topi besar. Atau tawanya tiba-tiba meledak saat menyaksikan ayahnya naik kursi untuk membetulkan lampu. Apa lucunya ya?” cerita Tiara Ridwan, mama tiga anak yang tinggal di Tomang, Jakarta Barat.
Pemecahan misteri: “Hal yang tak terduga-duga bisa menjadi lucu,” kata Eliot. Cici tahu siapa yang ada di balik topi besar, sehingga menganggapnya sedang melakukan penyamaran yang menggelikan. Dan soal ayah yang naik kursi, mungkin nih, itu bukan hal yang biasa dilakukan ayah. Jadi amat menyenangkannya.

10. “Begitu kipas angin berputar, matanya tidak berkedip.”
“Pertama kali melihat kipas angin di langit-langit berputar, Raya (satu tahun) langsung memperlihatkan ekspresi ngeri. Walau begitu, matanya terus menatap kipas angin itu,” cerita Anneke S., mama dari dua anak yang tinggal di Batu Tulis, Jakarta Pusat.
Pemecahan misteri: “Bayi selalu terpesona pada sesuatu yang bergerak, dan dari perspektif evolusi hal itu bisa dimengerti,” kata Eliot. “Otak kita dirancang untuk keperluan itu – kita mencari predator alias pemangsa, atau hewan buruan. Tak heran bila si kecil (si pemangsa? hewan buruan?) tidak mau melepaskan pandangan dari kipas angin.”

Related Posts:

Mencegah Gangguan Ginjal

ginjal
Ginjal adalah organ ekskresi dalam vertebrata yang berbentuk seperti kacang. Sebagai bagian dari sistem urin, ginjal berfungsi menyaring kotoran (terutama urea) dari darah dan membuangnya bersama dengan air dalam bentuk urin.

Manusia memiliki sepasang ginjal yang terletak di belakang perut atau abdomen. Ginjal ini terletak di kanan dan kiri tulang belakang, di bawah hati dan limpa. Di bagian atas (superior) ginjal terdapat kelenjar adrenal (juga disebut kelenjar suprarenal).

Ginjal bersifat retroperitoneal, yang berarti terletak di belakang peritoneum yang melapisi rongga abdomen. Ginjal kanan biasanya terletak sedikit di bawah ginjal kiri untuk memberi tempat untuk hati.

Sebagian dari bagian atas ginjal terlindungi oleh iga kesebelas dan dua belas. Kedua ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak (lemak perirenal dan lemak pararenal) yang membantu meredam goncangan.

Pada orang dewasa, setiap ginjal memiliki ukuran panjang sekitar 11 cm dan ketebalan 5 cm dengan berat sekitar 150 gram. Ginjal memiliki bentuk seperti kacang dengan lekukan yang menghadap ke dalam. Di tiap ginjal terdapat bukaan yang disebut hilus yang menghubungkan arteri renal, vena renal, dan ureter.

Memelihara kesehatan sebelum munculnya gangguan ginjal sebaiknya dilakukan oleh semua orang, karena ancaman gangguan ginjal bisa terjadi pada siapapun. Caranya tentu dengan mengkonsumsi makanan sehat secara seimbang dan menerapkan gaya hidup sehat.

Fatimah Syarief, AMG, STiP dalam sebuah seminar bertajuk "Ginjal Sehat untuk Masa Depan" baru-baru ini di Jakarta, menyampaikan beberapa catatan yang perlu diingat dan diterapkan agar bebas dari ancaman gangguan ginjal.

Minum sedikitnya 6 sampai delapan gelas perhari terutama sebelum tidur malam. Deteksi gejala awal pembentukan batu ginjal dengan memeriksa jumlah cairan urine yang dikeluarkan dalam satu hari. Anda perlu waspada jika urine yang anda keluarkan kurang dari 1000cc atau 1 liter.

Tingkatkan asupan Vitamin A, B dan mineral Magnesium. Perbanyak aktifitas fisik agar kalsium keluar dari darah dan masuk ke dalam tulang. Cara ini akan membantu memperkuat tulang dan mengurangi resiko pembentukan batu ginjal. Akan tetapi tetap perbanyak minum untuk mencegah kekurangan cairan dalam tubuh yang dapat memicu terbentuknya batu ginjal.

Kurangi konsumsi kolestrol dan trigliserida berlebihan yang dapat memacu terjadinya sindrom nefretik. Utamakan asupan lemak tidak jenuh yang bersumber dari ikan laut dalam yang dapat membantu menyeimbangkan kadar kolestrol dalam darah anda.

Batasi konsumsi garam, kopi, dan makanan yang mengandung bahan pengawet serta bahan makanan tinggi kafein dalam makanan sehari-hari. Batasi penggunaan garam dapur hingga 2 gram/hari.

Jika perlu, bantu proses detoksifikasi (membersihkan racun) dalam tubuh dengan mengkonsumsi suplemen yang tepat.

Pilih suplemen yang sekaligus dapat membantu menyeimbangakan asam basa dalam tubuh, karena itu adalah salah satu komponen penting dalam proses detoksifikasi. Terakhir, optimalkan penyerapan gizi dan proses pembuangannya.

Related Posts:

Oksigenasi

oksigenisasi
Oksigen ( O2 )
  • Oksigen, air dan makanan  sangat fundamental untuk mempertahankan kehidupan.
  • O2 diperlukan untuk metabolisme aerob untuk menghasilkan energi.
  • Kekurangan O2 akan terjadi metabolisme anaerob, produksi energi berkurang dan akan terjadi asidosis metabolik dan laktat.
  • O2 sangat diperlukan pd beberapa penyakit dan intoksikasi.
Terapi O2 diberikan
  • Indikasi terapi O2
  • Cardiac dan respiratory arrest
  • Gagal nafas
  • Gagal jantung atau infark miokard
  • Syok
  • Metabolisme meningkat ( luka bakar, luka berat, infeksi berat dll)
  • Post operatif
  • Keracunan carbomonoksida
  • Penyakit paru obstruktif
  • Pada penurunan kadar PaO2
Tekanan Oksigen Arterial ( PaO2 )
  1. PaO2 Oksigenasi jaringan tergantung pada Oksigen delivery dan kemampuan ekstraksi jaringan.
  2. cukup, hipoksia jaringan tdk terjadi.
  3. PaO2 tdk menggambarkan oksigenasi jaringan / sel.
  4. Hipoksia terjadi bila PaO2 < 60 mmHg (8.0 k pa)
Tujuan
  1. Mempertahankan oksigen jaringan yang adekuat
  2. Menurunkan kerja napas
  3. Menurunkan kerja jantung
Oxygen Delivery (DO2)
  1. Supply Oxygen tergantung pada Hb, SaO2, dan cardiac output (Q) Do2 mengambarkan jumlah total Oxygen delivery ke seluruh tubuh permenit :
  2. Do2 = 1.39 x Hb g/dl x SaO2 / 100 x Q/100 ml/menit = 1000 ml/menit
  3. Do2 normal sekitar 1000 ml/menit atau 14 ml/kg per menit
Pemilihan alat terapi Oksigen
Tujuan :
  1. Mengontrol fraksi Oksiken konsentrasi (FIO2)
  2. Mencegah akumulasi CO2
  3. Resistensi bernafas minimal
  4. Efisien dan ekonomis pengguaan O2
  5. Dapat diterima pasien
Sistem Aliran Rendah
  1. Low flow low concentration
  2. Kateter nasal
  3. Kanul binasal
  4. Low flow high concentration
  5. Sungkup muka sederhana
  6. Sungkup muka dengan kantong “rebreathing”
  7. Sungkup muka dengan kantong “non rebreathing
Nasal Cannula
  1. Oksigen dialirkan melalui kanula yang dimasukan ke nares
  2. Low flow rates 1 – 6 L/mnt
  3. FiO2  24 – 44 %
  4. Kadar Oksigen bertambah 4% setiap kenaikan 1 L/Mnt
  5. Flow yang tinggi dapat mengiritasi mukosa nasal
  6. Digunakan untuk pasien yg tdk perlu kontrol FiO2
  7. Low flow, low oxygen device
Kanul Binasal
  1. Keuntungan
  2. Pemberian oksigen stabil
  3. Bisa untuk jangka lama
  4. Pasien dapat bergerak bebas, makan, dll
  5. Nyaman untuk pasien
  6. Kerugian
  7. Dapat menyebabkan iritasi
  8. Konsentrasi oksigen berkurang bila pasien bernafas dengan mulut
Sungkup muka sederhana
  1. Aliran yang diberikan sebesar 6-8 liter/mnt
  2. Konsentrasi oksigen maksimal 60%
Sungkup Muka dengan Kantong Rebreathing
  1. Aliran yang diberikan 6-10 L/mnt
  2. Konsentrasi oksigen mencapai 80 %
  3. Udara inspirasi bercampur dengan udara ekspirasi
Sungkup Muka dengan Kantong Non Rebreathing
  1. Aliran diberikan 8 – 12 l /mnt, konsentrasi oksigen dapat mencapai 100%
  2. Udara inspirasi tidak bercampur
  3. Tidak dipengaruhi udara luar
Kerugian penggunaan sungkup
  1. Harus diikat pada wajah pasien
  2. Lembab
  3. Pasien tidak bisa makan/minum atau berbicara
  4. Dapat terjadi aspirasi
Sistem aliran tinggi
  1. Sungkup venturi
  2. Head box
Air Entrainment face Mask
  1. (Venturi Mask)
  2. Oksigen mengalir melalui alat jet-mixing  untuk meningkatkan kecepatan aliran O2
  3. FiO2  24 -50 %
  4. Digunakan pd pasien hiperkarbie yg disertai hipoksemia
  5. Digunakan pada pasien PPOK yg memerlukan kendali respirasi
  6. Meningkatkan SaO2 tanpa menekan minute ventilasi
  7. Hight flow, controlled oxygen device.
Toksisitas Oksigen
  1. Efek neurologik ( Paul Bert Effects). Terjadi epilepsi setelah paparan Oksigen > 3 atm
  2. Toksisitas terhadap paru :
    • Intertitial hemoragik
    • Intra alveolar edema
    • Fibrosis
    • ARDS
    • Radikal bebas yang dapat merusak jaringan paru
  3. Barotrouma
Tanda klinik intoksikasi Oksigen
  1. Dispnoe
  2. Substernal pain
  3. Gangguan pertukaran gas
  4. Perubahan foto torax
  5. Toksisitas oksigen tergantung lama dan konsentrasi terhadap paparan Oksigen dan jarang pada pemberian O2 < 50%

Related Posts:

Askep Dislokasi

PENGERTIAN
  • Keluarnya bonggol sendi dari mangkuk sendi
  • Berubahnya posisi/lokasi persambungan dua tulang
  • Berubahnya posisi/lokasi persendian disertai dengan cidera/robek pd ligamen
  • Berubahnya posisi/lokasi persendian disertai dengan fraktur sendi
PENYEBAB
  • Trauma
  • Konginetal
  • Penyakit sendi spt arthritis
  • Lemah / rusaknya ligemen
TANDA & GEJALA UMUM
  • Deformitas
  • Tanda-tanda inflamasi: merah, bengkak, hangat & nyeri
  • Nyeri pergerakan
  • Keterbatasan gerak
  • Tanda-tanda komplikasi: gangguan neurovaskuler ke bagian distal
TEST DIAGNOSTIK
  • Riwayat
  • Pemeriksaan fisik
  • Radiologi
  • Laboratorium
PENATALAKSANAAN PADA DISLOKASI RINGAN
  • Lakukan reduksi manual / tertutup bila memungkinkan (dgn hati-hati)
  • Immobilisasi  sendi yang cidera/dislokasi
  • Kompres dingin 24 jam pertama, dilanjutkan kompres hangat 24 jam berikutnya
  • Berikan obat analgetik, NSAIDs, narkotik
  • Rehabilitasi à exercise ringan bertahap
PENATALAKSANAAN PD DISLOKASI SEDANG - BERAT
  • Pembedahan: reduksi terbuka, penanganan cidera ligamen & fraktur
  • Traksi à pra reduksi
  • Immobilisasi sendi
  • Rehabilitasi à exercise
  • Nyeri à analgetik
KOMPLIKASI
  • Fraktur sendi
  • Cidera / robek ligemant
  • Gangguan vaskularisasi / perdarahan
  • Gangguan neurosensoris/motorik
  • Nekrosis avaskuler
DIAGNOSIS KEPERAWATAN
  • Gangguan mobilitas fisik b.d keterbatasan gerak sendi, nyeri pada sendi, gangguan neuromotorik
  • Resiko gangguan perfusi jaringan b.d perubahan posisi sendi dan fraktur
  • Nyeri akut b.d reaksi inflamasi, gangguan neurosensoris, cidera ligamen & fraktur
INTERVENSI KEPERAWATAN
  • Kaji nyeri
  • Kaji deformitas & tanda inflamasi
  • Kaji vaskularisasi & neurosensoris/motorik bagian distal: lihat warna kulit, raba suhu,  raba nadi distal, periksa CRT, periksa sensoris & motorik
  • Lakukan kompres dingin 24 jam pertama, kompres hangat 24 jam berikutnya
  • Pertahankan immobilisasi dengan pembebatan atau bidai
  • Pd pasien pembedahan lakukan perawatan luka
INTERVENSI KEPERAWATAN
  • Pada pasien dengan pemasangan traksi, lakukan perawatan traksi
  • Cegah komplikasi immobilisasi: alih baring, exercise, massage, latihan batuk & napas
  • Pemenuhan kebutuhan sehari-hari (ADL)
  • Hindari pembebatan terlalu kencang
  • Hindari penekanan langsung pd area sendi cidera
  • Rehabilitasi à exercise bertahap
  • Kolaborasi: analgetik, NSAIDs, narkotik
  • Health Education: exercise

Related Posts:

Teknik Perasat Heimlich

heimlich

Teknik perasat heimlich :
  1. Penolong berdiri di belakang pasien sambil memeluk badannya. Tangan kanan dikepalkan dan dengan bantuan tangan kiri, kedua tangan diletakkan pada perut bagian atas. Rongga perut ditekan ke arah dalam dan atas dengan hentakan beberapa kali. Diharapkan hentakan 4-5 kali benda asing akan terdorong keluar.
  2. Pada bayi, penekanan cukup dengan menggunakan jari telunjuk dan jari tengah kedua tangan. Cara lain dengan menelungkupkan anak lalu menepuk bagian punggung anak.
  3. Pada pasien yang tidak sadar atau terbaring, penolong berlutut dengan kaki pada kedua sisi pasien (penolong berada di atas pasien dengan kaki bertumpu pada lutut di sebelah kanan dan kiri pasien). Sebelum dilakukan, posisikan kepala dan leher pasien sejajar atau lurus agar jalan nafas lurus sehingga mempermudah keluarnya benda asing. Kepalan tangan kanan diletakkan di bawah tangan kiri (Atau sebaliknya) di daerah epigastrium. Dengan hentakan tangan  ke bawah dan ke atas beberapa kali, udara dalam paru akan terdesak dan mendorong benda asing keluar.

Related Posts:

Dengue Haemorhagic Fever (DHF)

A. Pengertian
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (Christantie Efendy,1995 ).

Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau tanpa ruam. DHF sejenis virus yang tergolong arbo virus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypti (betina) (Seoparman, 1990).

DHF adalah demam khusus yang dibawa oleh aedes aegypty dan beberapa nyamuk lain yang menyebabkan terjadinya demam. Biasanya dengan cepat menyebar secara efidemik. (Sir, Patrick manson, 2001).

B. Etiologi
  • Virus dengue sejenis arbovirus.
  • Virus dengue tergolong dalam family Flavividae dan dikenal ada 4 serotif, Dengue 1 dan 2 ditemukan di Irian ketika berlangsungnya perang dunia ke II, sedangkan dengue 3 dan 4 ditemukan pada saat wabah di Filipina tahun 1953-1954. Virus dengue berbentuk batang, bersifat termoragil, sensitif terhadap in aktivitas oleh diatiter dan natrium diaksikolat, stabil pada suhu 70 oC. Keempat serotif tersebut telah di temukan pula di Indonesia dengan serotif ke 3 merupakan serotif yang paling banyak.
C. Patofisiologi
Virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypty dan kemudian akan bereaksi dengan antibody dan terbentuklah kompleks virus-antibody. Dalam sirkulasi akan mengaktivasi system komplemen. Akibat aktivasi C3 dan C5 akan dilepas C3a dan C5a, dua peptida yang berdaya untuk melepaskan histamine dan merupakan mediator kuat sebagai factor meningkatnya permeabilitas dinding pembuluh darah dan menghilangkan plasma melalui endotel dinding itu.

Terjadinya trobositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya faktor koagulasi (protombin dan fibrinogen) merupakan factor penyebab terjadinya perdarahan hebat , terutama perdarahan saluran gastrointestinal pada DHF.

Yang menentukan beratnya penyakit adalah meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma, terjadinya hipotensi, trombositopenia dan diathesis hemorrhagic, renjatan terjadi secara akut.
Nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan hilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Dan dengan hilangnya plasma klien mengalami hipovolemik. Apabila tidak diatasi bisa terjadi anoxia jaringan, acidosis metabolic dan kematian.

D. Tanda dan gejala
  1. Demam tinggi selama 5 – 7 hari.
  2. Mual, muntah, tidak ada nafsu makan, diare, konstipasi.
  3. Perdarahan terutama perdarahan bawah kulit, ptechie, echymosis, hematoma.
  4. Epistaksis, hematemisis, melena, hematuri.
  5. Nyeri otot, tulang sendi, abdoment, dan ulu hati.
  6. Sakit kepala.
  7. Pembengkakan sekitar mata.
  8. Pembesaran hati, limpa, dan kelenjar getah bening.
  9. Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan darah menurun, gelisah, capillary refill lebih dari dua detik, nadi cepat dan lemah).
E. Pemeriksaan penunjang
  1. Darah
    • Trombosit menurun.
    • HB meningkat lebih 20 %
    • HT meningkat lebih 20 %
    • Leukosit menurun pada hari ke 2 dan ke 3
    • Protein darah rendah
    • Ureum PH bisa meningkat
    • NA dan CL rendah
  2. Serology : HI (hemaglutination inhibition test).
    • Rontgen thorax : Efusi pleura.
    • Uji test tourniket (+)
F. Penatalaksanaan
  • Tirah baring
  • Pemberian makanan lunak
  • Pemberian cairan melalui infus
  • Pemberian obat-obatan : antibiotic, antipiretik
  • Anti konvulsi jika terjadi kejang
  • Monitor tanda-tanda vital (Tekanan Darah, Suhu, Nadi, RR).
  • Monitor adanya tanda-tanda renjatan
  • Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut
  • Periksa HB,HT, dan Trombosit setiap hari.
G. Tumbuh kembang pada anak usia 6-12 tahun
Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran berbagai organ fisik berkaitan dengan masalah perubahan dalam jumlah, besar, ukuran atau dimensi tingkat sel. Pertambahan berat badan 2 – 4 Kg / tahun dan pada anak wanita sudah mulai mengembangkan cirri sex sekundernya. Perkembangan menitikberatkan pada aspek diferensiasi bentuk dan fungsi termasuk perubahan sosial dan emosi.
  1. Motorik kasar
    • Loncat tali
    • Memukul
    • Badminton
    • Motorik kasar di bawah kendali kognitif dan berdasarkan secara bertahap meningkatkan irama dan kehalusan.
  2. Motorik halus
    • Menunjukkan keseimbangan dan koordinasi mata dan tangan
    • Dapat meningkatkan kemampuan menjahit, membuat model dan bermain alat musik.
  3. Kognitif
    • Dapat berfokus pada lebih dan satu aspek dan situasi
    • Dapat mempertimbangkan sejumlah alternatif dalam pemecahan masalah
    • Dapat membalikkan cara kerja dan melacak urutan kejadian kembali sejak awal
    • Dapat memahami konsep dahulu, sekarang dan yang akan datang.
  4. Bahasa
    • Mengerti kebanyakan kata-kata abstrak
    • Memakai semua bagian pembicaraan termasuk kata sifat, kata keterangan, kata penghubung dan kata depan
    • Menggunakan bahasa sebagai alat pertukaran verbal
    • Dapat memakai kalimat majemuk dan gabungan.

Related Posts:

Diabetes Mellitus (DM)

A. Pengertian
Diabetes Mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002).

Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002).

B. Klasifikasi
  1. Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut :
  2. Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM)
  3. Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM)
  4. Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya
  5. Diabetes mellitus gestasional (GDM)
C. Etiologi
  1. Diabetes tipe I :
    • Faktor genetik
    • Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA.
    • Faktor-faktor imunologi
    • Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
    • Faktor lingkungan
    • Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi selbeta.
  2. Diabetes Tipe II
  3. Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
    Faktor-faktor resiko :
    • Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
    • Obesitas
    • Riwayat keluarga
D. Tanda dan Gejala
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang luas.

Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.

Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan adalah :
  1. Katarak
  2. Glaukoma
  3. Retinopati
  4. Gatal seluruh badan
  5. Pruritus Vulvae
  6. Infeksi bakteri kulit
  7. Infeksi jamur di kulit
  8. Dermatopati
  9. Neuropati perifer
  10. Neuropati viseral
  11. Amiotropi
  12. Ulkus Neurotropik
  13. Penyakit ginjal
  14. Penyakit pembuluh darah perifer
  15. Penyakit koroner
  16. Penyakit pembuluh darah otak
  17. Hipertensi
Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut.

Penyakit yang mula-mula ringan dan sedang saja yang biasa terdapat pada pasien DM usia lanjut dapat berubah tiba-tiba, apabila pasien mengalami infeksi akut. Defisiensi insulin yang tadinya bersifat relatif sekarang menjadi absolut dan timbul keadaan ketoasidosis dengan gejala khas hiperventilasi dan dehidrasi, kesadaran menurun dengan hiperglikemia, dehidrasi dan ketonemia.

Gejala yang biasa terjadi pada hipoglikemia seperti rasa lapar, menguap dan berkeringat banyak umumnya tidak ada pada DM usia lanjut. Biasanya tampak bermanifestasi sebagai sakit kepala dan kebingungan mendadak.

Pada usia lanjut reaksi vegetatif dapat menghilang. Sedangkan gejala kebingungan dan koma yang merupakan gangguan metabolisme serebral tampak lebih jelas.

E. Pemeriksaan Penunjang
  1. Glukosa darah sewaktu
  2. Plasma vena :
    • <100>
    • 100 - 200 = belum pasti DM
    • >200 = DM
    Darah kapiler :
    • <80>
    • 80 - 100 = belum pasti DM
    • > 200 = DM
  3. Kadar glukosa darah puasa
  4. Plasma vena :
    • <110>
    • 110 - 120 = belum pasti DM
    • > 120 = DM
    Darah kapiler :
    • <90>
    • 90 - 110 = belum pasti DM
    • > 110 = DM
  5. Tes toleransi glukosa
  6. Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM (mg/dl).
    Kadar glukosa darah puasa
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :
  1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
  2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
  3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl).
F. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal.

Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
  1. Diet
  2. Latihan
  3. Pemantauan
  4. Terapi (jika diperlukan)
  5. Pendidikan

Related Posts:

Asuhan Keperawatan pada Pasien Diabetes Mellitus

A. Pengkajian
  1. Riwayat Kesehatan Keluarga
  2. Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
  3. Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
  4. Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
  5. Aktivitas/ Istirahat :
  6. Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
  7. Sirkulasi
  8. Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah
  9. Integritas Ego
  10. Stress, ansietas
  11. Eliminasi
  12. Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
  13. Makanan / Cairan
  14. Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus, penggunaan diuretik.
  15. Neurosensori
  16. Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia,gangguan penglihatan.
  17. Nyeri / Kenyamanan
  18. Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
  19. Pernapasan
  20. Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
  21. Kenyamanan
  22. Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
B. Masalah Keperawatan
  • Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan
  • Kekurangan volume cairan
  • Gangguan integritas kulit
  • Resiko terjadi injury
C. Intervensi
  1. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan penurunan masukan oral, anoreksia, mual, peningkatan metabolisme protein, lemak.

  2. Tujuan : kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
    Kriteria Hasil :
    • Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat
    • Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya
    Intervensi :
    • Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan indikasi.
    • Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan pasien.
    • Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen / perut kembung, mual, muntahan makanan yang belum sempat dicerna, pertahankan keadaan puasa sesuai dengan indikasi.
    • Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan (nutrien) dan elektrolit dengan segera jika pasien sudah dapat mentoleransinya melalui oral.
    • Libatkan keluarga pasien pada pencernaan makan ini sesuai dengan indikasi.
    • Observasi tanda-tanda hipoglikemia seperti perubahan tingkat kesadaran, kulit lembab/dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka rangsang, cemas, sakit kepala.
    • Kolaborasi melakukan pemeriksaan gula darah.
    • Kolaborasi pemberian pengobatan insulin.
    • Kolaborasi dengan ahli diet.
  3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik.

  4. Tujuan : kebutuhan cairan atau hidrasi pasien terpenuhi
    Kriteria Hasil :
    Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urin tepat secara individu dan kadar elektrolit dalam batas normal.
    Intervensi :
    • Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan TD ortostatik
    • Pantau pola nafas seperti adanya pernafasan kusmaul.
    • Kaji frekuensi dan kualitas pernafasan, penggunaan otot bantu nafas.
    • Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa.
    • Pantau masukan dan pengeluaran.
    • Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hari dalam batas yang dapat ditoleransi jantung.
    • Catat hal-hal seperti mual, muntah dan distensi lambung.
    • Observasi adanya kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan BB, nadi tidak teratur.
    • Kolaborasi : berikan terapi cairan normal salin dengan atau tanpa dextrosa, pantau pemeriksaan laboratorium (Ht, BUN, Na, K).
  5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik (neuropati perifer).

  6. Tujuan : gangguan integritas kulit dapat berkurang atau menunjukkan penyembuhan.
    Kriteria Hasil :
    Kondisi luka menunjukkan adanya perbaikan jaringan dan tidak terinfeksi
    Intervensi :
    • Kaji luka, adanya epitelisasi, perubahan warna, edema, dan discharge, frekuensi ganti balut.
    • Kaji tanda vital
    • Kaji adanya nyeri
    • Lakukan perawatan luka
    • Kolaborasi pemberian insulin dan medikasi.
    • Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
  7. Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan fungsi penglihatan

  8. Tujuan : pasien tidak mengalami injury
    Kriteria Hasil : pasien dapat memenuhi kebutuhannya tanpa mengalami injury
    Intervensi :
    • Hindarkan lantai yang licin.
    • Gunakan bed yang rendah.
    • Orientasikan klien dengan ruangan.
    • Bantu klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari
    • Bantu pasien dalam ambulasi atau perubahan posisi.

Related Posts:

Teori Caring Dalam Keperawatan

Pendahulan

Sebagai  perawat/ners materi yang sangat penting dan menentukan adalah memahami konsep caring dan mampu menanamkan dalam hati, disirami dan dipupuk untuk mampu memperlihatkan kemampuan soft skill sebagai perawat, yaitu empati, bertanggung jawab dan tanggung gugat, dan mampu belajar seumur hidup. Dan itu semua akan berhasil dicapai oleh perawat kalau  mereka mampu memahami apa itu caring.Saat ini, caring adalah isu besar dalam profesionalisme keperawatan. Mata ajaran ini mendeskripsikan tentang keperawatan dasar dimana perawat akan mendalami konsep sebagai dasar ilmu keperawatan. Diharapkan perawat mampu memahami tentang pentingnya perilaku caring sebagai dasar yang harus dikuasai oleh perawat / ners.

Teori  Caring Dalam Keperawatan

Perawat merupakan salah satu profesi yang mulia. Betapa tidak, merawat pasien yang sedang sakit adalah pekerjaan yang tidak mudah. Tak semua orang bisa memiliki kesabaran dalam melayani orang yang tengah menderita penyakit. Pengalaman ilmu untuk menolong sesama memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang besar (Abdalati, 1989). Untuk itu perawat memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang mencakup ketrampilan intelektual, teknikal dan interpersonal yang tercermin dalam perilaku caring atau kasih sayang/cinta (Johnson, 1989) .

Caring merupakan fenomena universal yang berkaitan dengan cara seseorang berpikir, berperasaan dan bersikap ketika berhubungan dengan orang lain. Caring dalam keperawatan dipelajari dari berbagai macam filosofi dan perspektif etik .

Human care merupakan hal yang mendasar dalam teori caring. Menurut Pasquali dan Arnold (1989) serta Watson (1979), human care terdiri dari upaya untuk melindungi, meningkatkan, dan menjaga atau mengabdikan rasa kemanusiaan dengan membantu orang lain mencari arti dalam sakit, penderitaan, dan keberadaannya serta membantu orang lain untuk meningkatkan pengetahuan dan pengendalian diri .

Watson (1979) yang terkenal dengan Theory of Human Care, mempertegas bahwa caring sebagai jenis hubungan dan transaksi yang diperlukan antara pemberi dan penerima asuhan untuk meningkatkan dan melindungi pasien sebagai manusia, dengan demikian mempengaruhi kesanggupan pasien untuk sembuh .

Lebih lanjut Mayehoff memandang caring sebagai suatu proses yang berorientasi pada tujuan membantu orang lain bertumbuh dan mengaktualisasikan diri. Mayehoff juga memperkenalkan sifat-sifat caring seperti sabar, jujur, rendah hati. Sedangkan Sobel mendefinisikan caring sebagai suatu rasa peduli, hormat dan menghargai orang lain. Artinya memberi perhatian dan mempelajari kesukaan-kesukaan seseorang dan bagaimana seseorang berpikir, bertindak dan berperasaan. Caring sebagai suatu moral imperative (bentuk moral) sehingga perawat harus terdiri dari orang-orang yang bermoral baik dan memiliki kepedulian terhadap kesehatan pasien, yang mempertahankan martabat dan menghargai pasien sebagai seorang manusia, bukan malah melakukan tindakan amoral pada saat melakukan tugas pendampingan perawatan. Caring juga sebagai suatu affect yang digambarkan sebagai suatu emosi, perasaan belas kasih atau empati terhadap pasien yang mendorong perawat untuk memberikan asuhan keperawatan bagi pasien. Dengan demikian perasaan tersebut harus ada dalam diri setiap perawat supaya mereka bisa merawat pasien .

Marriner dan Tomey (1994) menyatakan bahwa caring merupakan pengetahuan kemanusiaan, inti dari praktik keperawatan yang bersifat etik dan filosofikal. Caring bukan semata-mata perilaku. Caring adalah cara yang memiliki makna dan memotivasi tindakan. Caring juga didefinisikan sebagai tindakan yang bertujuan memberikan asuhan fisik dan memperhatikan emosi sambil meningkatkan rasa aman dan keselamatan klien (Carruth et all, 1999) Sikap caring diberikan melalui kejujuran, kepercayaan, dan niat baik. Caring menolong klien meningkatkan perubahan positif dalam aspek fisik, psikologis, spiritual, dan sosial. Bersikap caring untuk klien dan bekerja bersama dengan klien dari berbagai lingkungan merupakan esensi keperawatan. Dalam memberikan asuhan, perawat menggunakan keahlian, kata-kata yang lemah lembut, sentuhan, memberikan harapan, selalu berada disamping klien, dan bersikap caring sebagai media pemberi asuhan (Curruth, Steele, Moffet, Rehmeyer, Cooper, & Burroughs, 1999). Para perawat dapat diminta untuk merawat, namun tidak dapat diperintah untuk memberikan asuhan dengan menggunakan spirit caring .

Spirit caring seyogyanya harus tumbuh dari dalam diri perawat dan berasal dari hati perawat yang terdalam. Spirit caring bukan hanya memperlihatkan apa yang dikerjakan perawat yang bersifat tindakan fisik, tetapi juga mencerminkan siapa dia. Oleh karenanya, setiap perawat dapat memperlihatkan cara yang berbeda ketika memberikan asuhan kepada klien .

Beberapa ahli merumuskan konsep caring dalam beberapa teori. Menurut Watson, ada tujuh asumsi yang mendasari konsep caring. Ketujuh asumsi tersebut adalah
  1. caring hanya akan efektif bila diperlihatkan dan dipraktekkan secara interpersonal,
  2. caring terdiri dari faktor karatif yang berasal dari kepuasan dalam membantu memenuhi kebutuhan manusia atau klien,
  3. caring yang efektif dapat meningkatkan kesehatan individu dan keluarga,
  4. caring merupakan respon yang diterima oleh seseorang tidak hanya saat itu saja namun juga mempengaruhi akan seperti apakah seseorang tersebut nantinya,
  5. lingkungan yang penuh caring sangat potensial untuk mendukung perkembangan seseorang dan mempengaruhi seseorang dalam memilih tindakan yang terbaik untuk dirinya sendiri,
  6. caring lebih kompleks daripada curing, praktik caring memadukan antara pengetahuan biofisik dengan pengetahuan mengenai perilaku manusia yang berguna dalam peningkatan derajat kesehatan dan membantu klien yang sakit,
  7. caring merupakan inti dari keperawatan (Julia,1995).
Watson juga menekankan dalam sikap caring ini harus tercermin sepuluh faktor karatif yang berasal dari perpaduan nilai-nilai humanistik dengan ilmu pengetahuan dasar. Faktor karatif membantu perawat untuk menghargai manusia dari dimensi pekerjaan perawat, kehidupan, dan dari pengalaman nyata berinteraksi dengan orang lain sehingga tercapai kepuasan dalam melayani dan membantu klien. Sepuluh faktor karatif tersebut adalah sebagai berikut.
  1. Pembentukan sistem nilai humanistik dan altruistic.
  2. Perawat menumbuhkan rasa puas karena mampu memberikan sesuatu kepada klien. Selain itu, perawat juga memperlihatkan kemampuan diri dengan memberikan pendidikan kesehatan pada klien.
  3. Memberikan kepercayaan-harapan dengan cara memfasilitasi dan meningkatkan asuhan keperawatan yang holistik. Di samping itu, perawat meningkatkan perilaku klien dalam mencari pertolongan kesehatan
  4. Menumbuhkan kesensitifan terhadap diri dan orang lain.
  5. Perawat belajar menghargai kesensitifan dan perasaan klien, sehingga ia sendiri dapat menjadi lebih sensitif, murni, dan bersikap wajar pada orang lain.
  6. Mengembangkan hubungan saling percaya.
  7. Perawat memberikan informasi dengan jujur, dan memperlihatkan sikap empati yaitu turut merasakan apa yang dialami klien. Sehingga karakter yang diperlukan dalam faktor ini antara lain adalah kongruen, empati, dan kehangatan.
  8. Meningkatkan dan menerima ekspresi perasaan positif dan negatif klien. Perawat memberikan waktunya dengan mendengarkan semua keluhan dan perasaan klien.
  9. Penggunaan sistematis metoda penyelesaian masalah untuk pengambilan keputusan. Perawat menggunakan metoda proses keperawatan sebagai pola pikir dan pendekatan asuhan kepada klien.
  10. Peningkatan pembelajaran dan pengajaran interpersonal, memberikan asuhan mandiri, menetapkan kebutuhan personal, dan memberikan kesempatan untuk pertumbuhan personal klien.
  11. Menciptakan lingkungan fisik, mental, sosiokultural, dan spritual yang mendukung. Perawat perlu mengenali pengaruh lingkungan internal dan eksternal klien terhadap kesehatan dan kondisi penyakit klien.
  12. Memberi bimbingan dalam memuaskan kebutuhan manusiawi. Perawat perlu mengenali kebutuhan komprehensif diri dan klien. Pemenuhan kebutuhan paling dasar perlu dicapai sebelum beralih ke tingkat selanjutnya.
  13. Mengijinkan terjadinya tekanan yang bersifat fenomenologis agar pertumbuhan diri dan kematangan jiwa klien dapat dicapai. Kadang-kadang seorang klien perlu dihadapkan pada pengalaman/pemikiran yang bersifat profokatif. Tujuannya adalah agar dapat meningkatkan pemahaman lebih mendalam tentang diri sendiri (Julia, 1995).
Dari kesepuluh faktor karatif tersebut, Watson merumuskan tiga faktor karatif yang menjadi filosofi dasar dari konsep caring. Tiga faktor karatif tersebut adalah: pembentukan sistem nilai humanistik dan altruistik, memberikan harapan dan kepercayaan, serta menumbuhkan sensitifitas terhadap diri sendiri dan orang lain (Julia, 1995).

Kesepuluh faktor karatif di atas perlu selalu dilakukan oleh perawat agar semua aspek dalam diri klien dapat tertangani sehingga asuhan keperawatan profesional dan bermutu dapat diwujudkan. Selain itu, melalui penerapan faktor karatif ini perawat juga dapat belajar untuk lebih memahami diri sebelum memahami orang lain (Nurahmah, 2006).

Leininger (1991) mengemukakan teori “culture care diversity and universality”, beberapa konsep yang didefinisikan antara lain :
  1. kultural berkenaan dengan pembelajaran dan berbagi sistem nilai, kepercayaan, norma, dan gaya hidup antar kelompok yang dapat mempengaruhi cara berpikir, mengambil keputusan, dan bertindak dalam pola-pola tertentu;
  2. keanekaragaman kultural dalam caring menunjukkan adanya variasi dan perbedaan dalam arti, pola, nilai, cara hidup, atau simbol care antara sekelompok orang yang berhubungan, mendukung, atau perbedaan dalam mengekspresikan human care;
  3. cultural care didefinisikan sebagai subjektivitas dan objektivitas dalam pembelajaran dan pertukaran nilai, kepercayaan, dan pola hidup yang mendukung dan memfasilitasi individu atau kelompok dalam upaya mempertahankan kesehatan, meningkatkan kondisi sejahtera, mencegah penyakit dan meminimalkan kesakitan;
  4. dimensi struktur sosial dan budaya terdiri dari keyakinan/agama, aspek sosial, politik, ekonomi, pendidikan, teknologi, budaya, sejarah dan bagaimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi perilaku manusia dalam lingkungan yang berbeda;
  5. care sebagai kata benda diartikan sebagai fenomena abstrak dan konkrit yang berhubungan dengan bimbingan, bantuan, dukungan atau perilaku lain yang berkaitan untuk orang lain dalam meningkatkan kondisi kehidupannya;
  6. care sebagai kata kerja diartikan sebagai suatu tindakan dan kegiatan untuk membimbing, mendukung, dan ada untuk orang lain guna meningkatkan kondisi kehidupan atau dalam menghadapi kematian;
  7. caring dalam profesionalisme perawat diartikan sebagai pendidikan kognitif dan formal mengenai pengetahuan care serta keterampilan dan keahlian untuk mendampingi, mendukung, membimbing, dan memfasilitasi individu secara langsung dalam rangka meningkatkan kondisi kehidupannya, mengatasi ketidakmampuan/kecacatan atau dalam bekerja dengan klien (Julia, 1995, Madeline,1991).
Sebagai seorang perawat, kemampuan care, core, dan cure harus dipadukan secara seimbang sehingga menghasilkan asuhan keperawatan yang optimal untuk klien. Lydia Hall mengemukakan perpaduan tiga aspek tersebut dalam teorinya. Care merupakan komponen penting yang berasal dari naluri seorang ibu. Core merupakan dasar dari ilmu sosial yang terdiri dari kemampuan terapeutik, dan kemampuan bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain. Sedangkan cure merupakan dasar dari ilmu patologi dan terapeutik. Dalam memberikan asuhan keperawatan secara total kepada klien, maka ketiga unsur ini harus dipadukan (Julia, 1995).

Menurut Boykin dan Schoenhofer, pandangan seseorang terhadap caring dipengaruhi oleh dua hal yaitu persepsi tentang caring dan konsep perawat sebagai disiplin ilmu dan profesi. Kemampuan caring tumbuh di sepanjang hidup individu, namun tidak semua perilaku manusia mencerminkan caring (Julia, 1995).

Keperawatan merupakan suatu proses interpersonal yang terapeutik dan signifikan. Inti dari asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien adalah hubungan perawat-klien yang bersifat professional dengan penekanan pada bentuk interaksi aktif antara perawat dan klien. Hubungan ini diharapkan dapat memfasilitasi partisipasi klien dengan memotivasi keinginan klien untuk bertanggungjawab terhadap kondisi kesehatannya.

Related Posts:

Jenis - jenis Metode Sterilisasi

  1. Sterilisasi Panas/thermal
  2. Sterilisasi panas merupakan sterilisasi yang dianggap paling efektif, tetapi kelemahannya tidak bisa diaplikasikan pada zat aktif yang tidak tahan panas/rusak karna panas, sterilisasi panas dibagi menjadi dua :
    • Sterilisasi Panas Lembab : Sterilisasi panas lembab adalah sterilisasi dengan menggunakan uap panas dibawah tekanan berlangsung di dalam autoklaf, umumnya dilakukan dalam uap jenuh dalam waktu 30 menit dengan suhu 115 C - 116 C, lama dan suhu tergantung bahan yang di sterilisasi, untuk mengetahui nya lihat farmakope indonesia
    • Sterilisasi Panas Kering : metode sterilisasi dengan menggunakan oven pada suhu 160-170 C selama 1-2 jam. umumnya sterilisasi panas dilakukan pada jenis minyak, serbuk yang tidak stabil terhadap uap air, dan alat-alat gelas ukur yang tidak digunakan untuk pengukuran (Bukan alat ukur)
  3. Sterilisasi Radiasi
  4. Sterilisasi radiasi dibagi menjadi dua :
    • Radiasi elektromagnetik (EM) adalah sterilisasi menggunakan sinar ultraviolet (UV). sinar UV ini memotong DNA mikroorganisme sehingga ekspresi DNA tidak terjadi. keterbatasannya sterilisasi cara ini hanya bisa bekerja pada permukaan, tidak bisa menembus bahan padat.
    • Radiasi pengion adalah metode sterilisasi yang menggunakan sinar gamma untuk merusak DNA mikroorganisme, kelebihannya bisa menembus zat padat
  5. Sterilisasi Gas
  6. Sterilisasi menggunakan gas etilen oksida, kelemahannya zat ini mudah terbakar, bersifat mutagenik dan toksik, sehingga dikhawatirkan terdapat residu setelah sterilisasi. Pilihan sterilisasi cara gas biasanya pilihan akhir bila zat tidak tahan panas ataupun uap air.
  7. Sterilisasi Filtrasi
  8. Sterilisasi yang menggunakan alat khusus yang menggunakan penyaring/filter matriks pori pori tertentu. menggunakan pori pori 10 nm untuk virus dan 0,22 nm untuk bakteri.

Related Posts:

5 Fungsi Keluarga Menurut Friedman (1998)

Menurut Friedman (1998), terdapat lima fungsi keluarga, yaitu :
  1. Fungsi afektif (The Affective Function) adalah fungsi keluarga yang utama untuk mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan dengan orang lain. Fungsi ini dibutuhkan untuk perkembangan individu dan psikososial anggota keluarga.
  2. Fungsi sosialisasi yaitu proses perkembangan dan perubahan yang dilalui individu yang menghasilkan interaksi sosial dan belajar berperan dalam lingkungan sosialnya. Sosialisasi dimulai sejak lahir. Fungsi ini berguna untuk membina sosialisasi pada anak, membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan anak dan dan meneruskan nilai-nilai budaya keluarga.
  3. Fungsi reproduksi (The Reproduction Function) adalah fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga.
  4. Fungsi ekonomi (The Economic Function) yaitu keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat untuk mengembangkan kemampuan individu meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
  5. Fungsi perawatan atau pemeliharaan kesehatan (The Health Care Function) adalah untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki produktivitas yang tinggi. Fungsi ini dikembangkan menjadi tugas keluarga di bidang kesehatan.
Tetapi dengan berubahnya zaman, fungsi keluarga dikembangkan menjadi :

  1. Fungsi ekonomi, yaitu keluarga diharapkan menjadi keluarga yang produktif yang mampu menghasilkan nilai tambah ekonomi dengan memanfaatkan sumber daya keluarga.
  2. Fungsi mendapatkan status sosial, yaitu keluarga yang dapat dilihat dan dikategorikan strata sosialnya oleh keluarga lain yang berbeda di sekitarnya.
  3. Fungsi pendidikan, yaitu keluarga mempunyai peran dan tanggungjawab yang besar terhadap pendidikan anak-anak nya untuk menghadapi kehidupan dewasanya.
  4. Fungsi sosialisasi bagi anak nya, yaitu orang tua atau keluarga diharapkan mampu menciptakan kehidupan sosial yang mirip dengan luar rumah.
  5. Fungsi pemenuhan kesehatan, yaitu keluarga diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dasar primer dalam rangka melindungi dan pencegahan terhadap penyakit yang mungkin dialami oleh keluarga.
  6. Fungsi religius, yaitu keluarga merupakan tempat belajar tentang agama dan mengamalkan ajaran agama.
  7. Fungsi rekreasi, yaitu keluarga merupakan tempat untuk melakukan kegiatan yang dapat mengurangi ketegangan akibat berada di luar rumah.
  8. Fungsi reproduksi, yaitu bukan hanya mengembangkan keturunan tetapi juga tempat untuk mengembangkan fungsi reproduksi secara menyeluruh, diantaranya ses yang sehat dan berkualitas serat pendidikan ses bagi anak-anak.
  9. Fungsi afektif, yaitu keluarga merupakan tempat yang utama untuk pemenuhan kebutuhan psikososial sebelum anggota keluarga berada di luar rumah.

Dari beberapa fungsi keluarga diatas, ada tiga fungsi pokok keluarga terhadap anggota keluarga nya, antara lain asih, yaitu memberikan kasih sayang, perhatian dan rasa aman, kehangatan kepada anggota keluarga sehingga memungkinkan mereka tumbuh dan berkembang sesuai usia dan kebutuhan nya. Sedangkan asuh, yaitu menuju kebutuhan pemeliharaan dan perawatan anak agar kesehatannya selalu terpelihara sehingga diharapkan mereka menjadi anak-anak yang sehat baik fisik, mental, sosial dan spiritual. Dan asah, yaitu memenuhi kebutuhan pendidikan anak sehingga siap menjadi manusia dewasa yang mandiri dalam mempersiapkan masa depannya.

Related Posts:

Askep Persalinan Normal

Pengertian
Persalinan normal (Partus Spontan) adalah proses lahirnya bayi pada letak belakang kepala yang dapat hidup dengan tenaga ibu sendiri dan uri,tanpa alat serta tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya berlangsung kurang dari 24 jam melalui jalan lahir.

Pemeriksaan Diagnostik
  1. Pemeriksaan darah lengkap
    • Hb normal = 11,4 – 15,1 gr/dl
    • Golongan darah = A,B,AB & O
    • Faktor RH = +/-
    • Waktu pembekuan
  2. Protein Urine
  3. Urine reduksi
Diagnosa keperawatan
  1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelelahan, penggunaan energi berlebihan
  2. Nyeri berhubungan dengan kontraksi rahim dan regangan pada jaringan
  3. Penurunan cardiak output berhubungan dengan peningkatan kerja jantung sekunder penggunaan energi berlebih.
Intervensi
  1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penggunaan energi berlebihan
  2. Tujuan
    Pola napas tidak terganggu atau kembali efektif.

    Intervensi :
    • Observasi TTV selama jalannya persalinan
    • Rasional : Deteksi dini keadaan klien sehingga dapat dilakukan tindakan secara tepat dan cepat.
    • Dampingi klien dan berikan dorongan mental selama persalinan
    • Rasional : Mengurangi kecemasan sehingga klien dapat mengatur pernapasan sacara benar.
    • Ajarkan tehnik pernapasan yang benar saat kontraksi
    • Rasional : Meningkatkan cadangan oksigen dan tenaga
    • Ajarkan cara mengedan yang benar
    • Rasional : Agar klien dapat menghemat energi dan melahirkan bayi nya dengan cepat.
  3. Nyeri berhubungan dengan kontraksi rahim dan regangan jaringan
  4. Tujuan
    Nyeri berkurang/hilang. Intervensi :
    • Observasi skala nyeri dng skala 1 – 10, intensitas & lokasi
    • Rasional : Mengetahui tingkat nyeri dan ketergantungan klien serta kualitas nyeri
    • Ajarkan tehnik relaksasi dan menarik napas panjang
    • Rasional : Meningkatkan relaksasi dan rasa nyaman
    • Berikan penjelasan tentang penyebab nyeri dan kapan hilangnya
    • Rasional : Meningkatkan pengetahuan sehingga mengurangi kecemasan,klien menjadi kooperatif
    • Ajarkan cara mengedan yang benar jika pembekuan sudah lengkap
    • Rasional : Mengurangi kelelahan dan mempercepat proses persalinan.
    • Anjurkan klien untuk istirahat miring kiri jika tidak sedang kontraksi
    • Rasional : Mengurangi penekanan vena cava, meminimalkan hipoksia jaringan.
  5. Penurunan Cardiak output berhubungan dengan peningkatan kerja jantung
  6. Tujuan
    Cardiak out put dalam batas normal, TD= 120/80 mmHg,Nadi=80 x/mnt

    Intervensi
    • Observasi TTV
    • Rasional : Mengetahui perkembangan atau perubahan yang terjadi pada klien
    • Observasi perubahan sensori
    • Rasional : Mengetahui ketidak adekuatan perfusi cerebral.
    • Observasi penggunaan energi dan irama jantung
    • Rasional : Mengetahui tingkat ketergantungan klien.

Related Posts:

Askep Tentamen Suicide

Pengertian

Bunuh diri merupakan kematian yang diperbuat oleh sang pelaku sendiri secara sengaja (Haroid I. Kaplan & Berjamin J. Sadock, 1998).

Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan (Budi Anna kelihat, 1991).

Perlaku destruktif diri yaitu setiap aktifitas yang jika tidak dicegah dapat mengarah kepada kematian (Gail Wiscara Stuart, dan Sandra J. Sundeen, 1998).

Kategori Perilaku Bunuh Diri
  1. Ancaman bunuh diri
  2. Peringatan verbal atau nonverbal bahwa orang tersebut mempertimbangkan untuk bunuh diri. Orang tersebut mungkin menunjukkan secara verbal bahwa ia tidak akan berada di sekitar kita lebih lama lagi atau mungkin juga mengkomunikasikan secara nonverbal melalui pemberian hadiah, merevisi wasiatnya dan sebagainya. Pesan-pesan ini harus dipertimbangkan dalam konteks peristiwa kehidupan terakhir. Ancaman menunjukkan ambivalensi seseorang tentang kematian. Kurangnya respon positif dapat ditafsirkan sebagai dukungan untuk melakukan tindakan bunuh diri.
  3. Upaya bunuh diri
  4. Semua tindakan yang diarahkan pada diri yang dilakukan oleh individu yang dapat mengarah kematian jika tidak dicegah.
  5. Bunuh diri mungkin terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau diabaikan. Orang yang melakukan upaya bunuh diri dan yang tidak benar-benar ingin mati mungkin akan mati jika tanda-tanda tersebut tidak diketahui tepat pada waktunya.
Faktor Resiko
  • Psikososial dan klinik
  • Keputusasaan
  • Ras kulit putih
  • Jenis kelamin laki-laki
  • Usia lebih tua
  • Hidup sendiri
  • Riwayat Pernah mencoba bunuh diri
  • Riwayat keluarga tentang percobaan bunuh diri
  • Riwayat keluarga tentang penyalahgunaan zat
Diagnosa Keperawatan
  1. Resiko mencederai diri berhubungan dengan perilaku bunuh diri (suicide).
  2. Perilaku bunuh diri (suicide) berhubungan dengan koping maladaptif.
Rencana Tindakan Keperawatan
  1. Tujuan umum : Klien tidak mencederai diri.

  2. Tujuan khusus
    • Klien dapat membina hubungan saling percaya
    • Tindakan :
      • Perkenalkan diri dengan klien
      • Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar dan tidak menyangkal.
      • Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur.
      • Bersifat hangat dan bersahabat.
      • Temani klien saat keinginan mencederai diri meningkat.
    • Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri
    • Tindakan :
      • Jauhkan klien dari benda benda yang dapat membahayakan (pisau, silet, gunting, tali, kaca, dan lain lain).
      • Tempatkan klien di ruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh perawat.
      • Awasi klien secara ketat setiap saat.
    • Klien dapat mengekspresikan perasaannya
    • Tindakan :
      • Dengarkan keluhan yang dirasakan.
      • Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan, ketakutan dan keputusasaan.
      • Beri dorongan untuk mengungkapkan mengapa dan bagaimana harapannya.
      • Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti penderitaan, kematian, dan lain lain.
      • Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang menunjukkan keinginan untuk hidup.
    • Klien dapat meningkatkan harga diri
    • Tindakan :
      • Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi keputusasaannya.
      • Kaji dan kerahkan sumber sumber internal individu.
      • Bantu mengidentifikasi sumber sumber harapan (misal: hubungan antar sesama, keyakinan, hal hal untuk diselesaikan).
    • Klien dapat menggunakan koping yang adaptif
    • Tindakan :
      • Ajarkan untuk mengidentifikasi pengalaman pengalaman yang menyenangkan setiap hari (misal : berjalan-jalan, membaca buku favorit, menulis surat dll.).
      • Bantu untuk mengenali hal hal yang ia cintai dan yang ia sayang, dan pentingnya terhadap kehidupan orang lain, mengesampingkan tentang kegagalan dalam kesehatan.
      • Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain yang mempunyai suatu masalah dan atau penyakit yang sama dan telah mempunyai pengalaman positif dalam mengatasi masalah tersebut dengan koping yang efektif.

Related Posts:

Prosedur Diagnostik Gangguan Pernapasan

Prosedur diagnostic yang digunakan untuk mendeteksi gangguan pada system pernapasan dibagi ke dalam 2 metode, yaitu:
  1. Metode morfologis, di antaranya adalah teknik radiologi, endoskopi, pemeriksaan biopsy dan sputum.
  2. Metode fisiologis misalnya pengukuran gas darah dan uji fungsi ventilasi
METODE MORFOLOGI
  1. Teknik radiologi
  2. Toraks merupakan tempat yang ideal untuk pemeriksaan radiologi. Parenkim paru yang berisi udara memberikan resistensi yang kecil terhadap jalannya sinar X, karena itu parenkim menghasilkan bayangan yang sangat bersinar-sinar. Jaringan lunak dinding dada, jantung dan pembuluh-pembuluh darah besar serta diafragma lebih sukar ditembus sinar X dibandingkan parenkim paru sehingga bagian ini akan tampak lebih padat pada radiogram. Struktur toraks yang bertulang (termasuk iga, sternum dan vertebra) lebih sulit lagi ditembus, sehingga bayangannya lebih padat lagi. Metode radiografi yang biasa digunakan untuk menentukan penyakit paru adalah :
    • Radiografi Dada Rutin
    • Dilakukan pada suatu jarak standart setelah inspirasi maksimum dan menahan napas untuk menstabilkan diafragma. Radiograf diambil dengan sudut pandang posteroanterior dan kadang juga diambil dari sudut pandang lateral dan melintang. Radiograf yang dihasilkan memberikan informasi sebagai berikut :
      • Status rangka toraks termasuk iga, pleura dan kontur diafragma dan saluran napas atas pada waktu memasuki dada
      • Ukuran, kontur dan posisi mediastinum dan hilus paru, termasuk jantung, aorta, kelenjar limfe dan percabangan bronkus
      • Tekstur dan derajat aerasi parenkim paru
      • Ukuran, bentuk, jumlah dan lokasi lesi paru termasuk kavitasi, tanda fibrosis dan daerah konsolidasi.
      Penampilan radiografi dada yang normal bervariasi dalam beberapa hal bergantung pada:
      • Jenis kelamin
      • Usia
      • Keadaan pernapasan
    • Tomografi computer (CT Scan)
    • Yaitu suatu teknik gambaran dari suatu “irisan paru” yang diambil sedemikian rupa sehingga dapat diberikan gambaran yang cukup rinci. CT scan dipadukan dengan radiograf dada rutin. CT scan berperan penting dalam :
      • Mendeteksi ketidaknormalan konfigurasi trakea serta cabang utama brronkus
      • Menentukan lesi pada pleura atau mediastinum (nodus, tumor, struktur vaskular)
      • Dapat mengungkapkan sifat serta derajat kelaianan bayangan yang terdapat pada paru dan jaringan toraks lain.
      CT scan bersifat tidak infasif sehingga CT scan mediastinum sering digunakan untuk menilai ukuran nodus limfe mediastinum dan stadium kanker paru, walaupun tidak seakurat bila menggunakan mediastisnokopi.
    • Pencitraan Resonansi Magnetik (MRI)
    • MRI menggunakan resonansi magnetic sebagai sumber energy untuk mengambil gambaran potongan melintang tubuh. Gambaran yang dihasilkan dalam berbagai bidang, dapat membedakan jaringan yang normal dan jaringan yang terkena penyakit (pada CT scan tidak dapat dibedakan), dapat membedakan antara pembuluh darah dengan struktur nonvascular, walaupun tanpa zat kontras. Namun, MRI lebih mahal dibandingkan CT scan. MRI khususnya digunakan dalam mengevaluasi penyakit pada hilus dan mediastinum.
    • Ultrasounds
    • Tidak dapat mengidentifikasi penyakit parenkim paru. Namun, ultrasound dapat membantu mendeteksi cairan pleura yang akan timbul dan sering digunakan dalam menuntun penusukan jarum untuk mengambil cairan pleura pada torakosentesis.
    • Angiografi Pembuluh Paru
    • Memasukkan cairan radioopak melalui kateter yang dimasukkan lewat vena lengan ke dalam atrium kanan, ventrikel kanan lalu ke dalam arteri pulmonalis utama. Teknik ini digunakan untuk menentukan lokasi emboli massif atau untuk menentukan derajat infark paru. Resiko utama dalam angiografi yaitu timbulnya aritmia jantung saat kateter dimasukkan ke dalam bilik jantung. 
    • Pemindaian Paru
    • Pemindaian paru dengan menggunakan isotop, walaupun merupakan metode yang kurang dapat diandalkan untuk mendeteksi emboli paru, tetapi prosedur ini lebih aman dibandingkan dengan angiografi.
  3. Bronkoskopi
  4. Merupakan suatu teknik yang memungkinkan visualisasi langsung trakea dan cabang-cabang utamanya. Cara ini paling sering digunakan untuk memastikan diagnosis karsinoma bronkogenik, tetapi dapat juga digunakan untuk mengangkat benda asing.
  5. Pemeriksaan Biopsi
  6. Pemeriksaan Sputum
METODE FISIOLOGI
  1. Uji Fungsi Paru
  2. Uji Fungsi Ventilasi
  3. Analisa Gas Darah

Related Posts:

Askep Gangguan Sistem Pernapasan

Pengkajian Umum Sistem Pernapasan
Perawat yang memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan pernapasan melakukan dan menginterpretasi berbagai prosedur pengkajian. Data yang dikumpulkan selama pengkajian digunakan sebagai dasar untuk membuat rencana asuhan keperawatan klien.

Proses pengkajian keperawatan harus dilakukan dengan sangat individual (sesua masalah dan kebutuhan klien saat ini). Dalam menelaah status pernapasan klien, perawat melakukan wawancara dan pemeriksaan fisik untuk memaksimalkan data yang dikumpulkan tanpa harus menambah distres pernapasan klien. Setelah pengkajian awal perawat memilih komponen pemeriksaan yang sesuai dengan tingkat distres pernapasan yang dialami klien. Komponen pemeriksaan pulmonal harus mencakup tiga kategori distres pernapasan yaitu akut, sedang, dan ringan.

Karena tubuh bergantung pada sistem pernapasan untuk dapat hidup, pengkajian pernapasan mengandung aspek penting dalam mengevaluasi kesehatan klien. Sistem pernapasan terutama berfungsi untuk mempertahankan pertukaran oksigen dan karbon dioksida dalam paru-paru dan jaringan serta untuk mengatur keseimbangan asam-basa Setiap perubahan dalam sistem ini akan mempengaruhi sistem tubuh lainnya. Pada penyakit pernapasan kronis, perubahan status pulmonal terjadi secara lambat, sehingga memungkinkan tubuh klien untuk beradaptasi terhadap hipoksia. Namun demikian, pada perubahan pernapasan akut seperti pneumotoraks atau pneumonia aspirasi, hipoksia terjadi secara mendadak dan tubuh tidak mempunyai waktu untuk beradaptasi, sehingga dapat menyebabkan kematian.

Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan klien diawali dengan mengumpulkan informasi tentang data biografi, yang mencakup nama, usia, jenis kelamin, dan situasi kehidupan klien. Data demografi biasanya dicatat pada formulir pengkajian rumah sakit atau klinik. Perhatikan usia biologik klien dan bandingkan dengan penampilannya. Apakah klien tampak sesuai dengan usianya? Kelainan seperti kanker paru dan penyakit paru kronis sering membuat klien tampak lebih tua dari usia sebenarnya. Situasi kehidupan. apakah klien hidup sendiri, dengan anak-anak, atau dengan orang terdekat (kerabat), penting untuk diketahui sehingga perawat dapat membuat rencana pemulangan yang sesuai.

Riwayat pernapasan mengandung informasi tentang kondisi klien saat ini dan masalah-masalah pernapasan sebelumnya. Wawancarai klien dan keluarga dan fokuskan pada manifestasi klinik tentang keluhan utama, peristiwa yang mengarah pada kondisi saat ini, riwayat kesehatan terdahulu, riwayat keluarga, dan riwayat psikososial.

Rincian dan waktu yang dibutuhkan untuk pengumpulan riwayat pernapasan bergantung pada kondisi klien (mis. akut, kronis, atau darurat). Ucapkan pertanyaan sederhana, menggunakan kalimat pendek yang mudah dipahami. Bilamana diperlukan, ulang pertanyaan untuk memperjelas pernyataan yang tidak dimengerti oleh klien. Ajukan pertanyaan yang mengarah pada aktivitas sehari-hari klien (mis. apakah Anda mampu membawa belanjaan sendiri? Apakah Anda mampu merapikan tempat tidur Anda sendiri ? Apakah Anda mampu membersihkan rumah tanpa bantuan (mis. menyapu)? Mandi sendiri, atau mengenakan pakaian sendiri tanpa bernapas terengah-engah?

Kumpulkan riwayat pernapasan yang lengkap sesuai dengan kondisi klien. Mengajukan pertanyaan secara detail akan memberikan petunjuk yang bermanfaat tentang (1) manifestasi gangguan pernapasan, (2) tingkat disfungsi pernapasan, (3) pengertian klien dan keluarga tentang kondisi dan penatalaksanaannya, dan (4) sistem pendukung dan kemampuan keluarga untuk mengatasi kondisi.

KELUHAN UTAMA
Keluhan utama dikumpulkan untuk menetapkan prioritas intervensi keperawatan dan untuk mengkaji tingkat pemahaman klien tentang kondisi kesehatannya saat ini. Keluhan umum penyakit pernapasan mencakup dispnea, batuk, pembentukan sputum, hemoptisis, mengi, dan nyeri dada. Fokuskan pada manifestasi dan prioritaskan pertanyaan untuk mendapatkan suatu analisis gejala.
  1. Dispnea
  2. Dispnea adalah kesulitan bernapas dan merupakan persepsi subjektif kesulitan ber¬napas, yang mencakup komponen fisiologis dan kognitif. Dispnea sering menjadi salah satu manifestasi klinis dialami klien dengan gangguan pulmonal dan jantung. Komponen fisiologis dispnea tidak dimengerti dengan jelas, tetapi tampaknya lebih berkaitan dengan ventilasi pernapasan daripada pernapasan itu sendiri (Phipp, 1995).Dispnea yang berkaitan dengan penyakit pernapasan, terjadi akibat perubahan patologi yang meningkatkan tekanan jalan napas, penurunan kompliens pulmonal, perubahan system pulmonal, atau melemahnya otot-otot pernapasan. Bedakan dispne dari tanda dan gejala lain. Takipnea mengacu pada frekuensi pernapasan lebih dari normal yang mungkin terjadi dengan atau tanpa dispnea. Hiperventilasi mengacu pada ventilasi yang lebih besar dari jumlah yang dibutuhkan untuk mempertahankan eliminasi normal karbon dioksida hiperventilasi diidentifikasi dengan mengamati tekanan parsial karbon dioksida arteri, atau PaCO2, yang kurang dari 40 mm Hg. Dispnea merupakan keluhan yang umum pada sindrom hiperventilasi. Penting juga untuk membedakan keletihan akibat aktivitas fisik dengan dispnea.Klien yang yang mengalami dyspnea sebagai gejala utama biasanya mempunyai salah satu dari kondisi (1) penyakit kardiovaskular, (2) emboli pulmonal, (3) penyakit paru interstisial atau alveolar, (4) gangguan dinding atau otot dada, (5) penyakit paru obstruktif, atau (6) ansietas. Dispnea adalah gejala menonjol pada penyakit yang menyerangpercabangantrakheobronkhial, parenkim paru, spasium pleural. Dispnea juga dialami bila otot-otot pernapasan lemah, paralise, dan keletihan.
  3. Batuk
  4. Batuk adalah refleks protektif yang disebabkan oleh iritasi pada percabang; trakheobronkhial. Kemampuan untuk batuk merupakan mekanisme penting dala membersihkan jalan napas bagian bawah, dan banyak orang dewasa normalnya ban beberapa kali ketika bangun tidur pagi untuk membersihkan trakhea dan faring da sekresi yang telah menumpuk selama tidur. Batuk juga merupakan gejala yang palir umum dari penyakit pernapasan.Pada klien dengan batuk kronis, biasanya sulit untuk mengkaji waktu aktual awitan batuk. Klien biasanya tidak menyadari kapan batuknya mulai timbul. Identifika faktor-faktor yang diyakini oleh klien (dan pasangan atau teman) sebagai pencetus terjadinya batuk. Hal-hal yang perlu dikaji adalah aktivitas, posisi tubuh, iritan di lingkungan (rumah atau tempat kerja), vokalisasi (bicara normal, berteriak, bernyanyi atau berbisik), cuaca, ansietas, dan infeksi.Stimuli yang secara khas menyebabkan batuk adalah stimuli mekanik, kimiawi, dan inflamasi. Menghirup asap, debu, atau benda asing merupakan penyebab batuk yang paling umum. Bronkhitis kronis, asma, tuberkulosis, dan pneumonia secara khas menunjukkan batuk sebagai gejala yang menonjol. Batuk dapat dideskripsikan berdasarkan waktu (kronis, akut, dan paroksismal [episode batuk hebat yang sulit dikontrol]; berdasarkan kualitas (produktif-nonproduktif, kering-basah, batuk keras menggonggong, serak, dan batuk pendek).Informasi tentang obat-obat atau tindakan apa yang telah dilakukan klien untu mengatasi batuknya (mis. antitusif, kodein, inhaler, istirahat atau berdiri) penting untuk didapatkan. Tentukan juga tindak kewaspadaan apa yang telah digunakan untuk mencegah penyebaran infeksi (jika terdapat). Gunakan kesempatan untuk mengingatkai individu tentang mencuci tangan yang baik, membuang kertas tisu yang sudah basal dengan baik, dan menyelesaikan pengobatan antibiotik (jika diresepkan).
  5. Pembentukan Sputum
  6. Sputum secara konstan dikeluarkan ke atas menuju faring oleh silia paru. Sputum yang terdiri atas lendir, debris selular, mikroorganisme, darah, pus, dan benda asing akai dikeluarkan dari paru-paru dengan membatukkan atau membersihkan tenggorok.Percabangan trakheobronkhial umumnya membentuk sekitar 90 ml mukus per hari sebagai bagian dari mekanisme pembersihan normal. Namun pembentukan sputum disertai dengan batuk adalah hal yang tidak normal. Tanyakan klien tentang warna sputum (jernih, kuning, hijau, kemerahan, atau mengandung darah), bau, kualitas (berair, berserabut, berbusa, kental), dan kuantitas (sendok teh, sendok makan, cangkir). Perubahan warna, bau, kualitas, atau kuantitas sangat penting untuk didokumentasikan dalam rekam medik klien. Tanyakan juga apakah sputum hanya dibentuk setelah klien berbaring dalam posisi tertentu. Beberapa kelainan meningkatkan pembentukan sputum. Banyaknya sputum yang dikeluarkan setiap hari dapat menunjukkan bronkhitis kronis.Warna dari sputum mempunyai makna klinis yang penting. Sputum yang berwarna kuning menandakan suatuinfeksi. Sputum berwarnal hijau menandakan adanya pus yang terrgenang, yang umum ditemukan pada bronkhiekstasis. Karakter dan konsistensi sputum juga penting untuk dicatat.
  7. Hemoptisis
  8. Hemoptisis adalah membatukkan darah, atau sputum bercampur darah. Sumber perdarahan dapat berasal dari jalan napas atas atau bawah, atau berasal dari parenkim paru. Penyebab pulmonal dari hemoptisis mencakup bronkhitis kronis, bronkhiektasis, tuberkulosis pulmonal, fibrosis kistik, granuloma nekrotikan jalan napas atas, embolisme pulmonal, pneumonia, kanker paru, dan abses paru. Abnormalitas kardiovaskular, antikoagulan, dan obat-obat imunosupresif yang menyebabkan perdarahan parenkim (jaringan paru) juga dapat menyebabkan hemoptisis.Klien biasanya mengganggap hemoptisis sebagai indikator penyakit serius dan sering akan tampak gelisah atau takut. Lakukan pengkajian tentang awitan, durasi, jumlah, dan warna (mis. merah terang atau berbusa). Kenali perbedaan antara hemoptisis dengan hematemesis. Pada hemoptisis biasanya darah yang keluar berbusa, pH (darah) basa sementara pada hematemesis darah yang dikeluarkan tidak berbusa dan pH (darah) asam (Scanlon, 1995).
  9. Mengi
  10. Bunyi mengih dihasilkan ketika udara mengalir melalui jalan napas yang sebagian tersumbat atau menyempit pada saat inspirasi atau ekspirasi. Mengih dapat terdengar hanya dengan menggunakan stetoskop. Klien mungkin tidak mengeluh tentang mengih, tetapi sebaliknya dapat mengeluh tentang dada yang sesak atau tidak nyaman pada dada. Minta klien mengidentifikasi kapan mengi terjadi dan apakah hilang dengan sendirinya atau dengan menggunakan obat-obatan seperti bronkhodilator. Tidak semua mengi mengacu pada asma. Mengi dapat disebabkan oleh edema mukosa, sekresi dalam jalan napas, kolaps jalan napas akibat kehilangan elastisitas jaringan, dan benda asing atau tumor yang sebagian menyumbat aliran udara.
  11. Nyeri Dada
  12. Nyeri dada mungkin berkaitan dengan masalah pulmonal dan jantung, membedakannya satu sama lain memberikan makna klinis yang berarti. Lakukan analisis gejala yang lengkap pada nyeri dada. Nyeri dada akibat angina (penurunan aliran darah) merupakan masalah yang mengancam jiwa. Nyeri dada yang bersumber dari pulmonal dapat berasal dari dinding dada, pleural parietalis, pleural viseralis, atau parenkim paru.Informasi tentang lokasi, durasi, dan intensitas nyeri dada penting untuk dikumpulkan, dan akan memberikan petunjuk dini tentang penyebab. Batuk dan infeksi Pleuritis dapat menyebabkan nyeri dada. Nyeri dada pleuritik umumnya nyeri yang terasa tajam menusuk dengan awitan mendadak tetapi dapat juga bertahap. Nyeri dada Jems mi terjadi pada tempat inflamasi dan biasanya terlokalisasi dengan baik nyeri meningkat dengan gerakan dinding dada seperti saat batuk atau bersin dan napas dalam ^asien yang mengalami nyeri jenis ini akan mempunyai pola pernapasan cepat dan aangkal dan takut melakukan gerakan. Tindakan menekan pada bagian yang nyeri biasanya memberikan peredaan. Nyeri retrosternal (di belakang sternum) biasanya erasa terbakar, konstan, dan sakit. Nyeri juga dapat berasal dari bagian tulane dan kartilago toraks.Karakteristik angina dengan nyeri dada lainnya berbeda. Nyeri dada jantung biasanya digambarkan sebagai nyeri yang sangat sakit, hebat, sensasi seperti diremas-remas, dengan rasa tertekan atau sesak pada area substernal. Angina dapat juga menjalar ke dalam leher dan lengan. Tanyakan klien apa yang menyebabkan nyerinya (aktivitas, batuk, gerakan) dan apa yang meredakan nyerinya (nitrogliserin, membebat dinding dada).
ANALISIS GEJALA
Untuk mendapatkan riwayat sistem pernapasan yang sempurna, penting sekali mengkaji karakteristik setiap manifestasi klinis yang tampak. Pengkajian ini akan memberikan analisis gejala yang komprehensif. Jika klien menggambarkan gejala pernapasan tertentu, kaji setting, waktu, persepsi klien, kualitas dan kuantitas sputum, lokasinya, faktor-faktor yang memperburuk dan yang meredakan, serta manifestasi yang berkaitan.
Setting. Dalam setting seperti apa gejala timbul paling sering? Setting mengacu pada waktu dan tempat atau situasi tertentu-setting fisik dan lingkungan psikososial- saat klien mengalami keluhan. Misalnya batuk pada pagi hari setelah klien merokok, atau karyawan yang mengeluh distres pernapasan di tempat kerja.
  • Waktu
  • Waktu menunjukkan baik awitan (gejala terjadi bertahap atau mendadak) dan periode (berhari-hari, minggu, atau bulan). Tanyakan pada klien apakah terdapat saat spesifik dimana masalah paling sering terjadi, misalnya batuk pada pagi hari atau sesak napas berkaitan dengan berbaring telentang pada malam hari.
  • Persepsi klien
  • Persepsi klien dicatat sesuai dengan kata-kata klien. Perhatikan hal-hal unik tentang keluhan. Gunakan kutipan langsung untuk mendokumentasikan keluhan klien mis. klien melaporkan “nyeri tajam” pada dada posterior kiri ketika napas dalam.
  • Kualitas dan kuantitas masalah harus di uraikan dalam bahasa yang umum.
  • Minta klien untuk melaporkan besar, ukuran, jumlah, dan keluasan keluhan utama. Terutama masalah yang berkaitan dengan pembentukan sputum, minta klien memperkirakan jumlah sputum yang dikeluarkan sehari-secangkir, satu sendok teh, satu sendok makan. Hindari istilah seperti “sedikit” atau “banyak” karena istilah ini mempunyai arti tidak jelas. Gunakan skala nyeri 1 sampai 10 untuk menggambarkan nyeri dengan 1 tak ada nyeri dan 10 nyeri terasa paling hebat. Saat mengkaji batuk gunakan istilah sesak, kering, basah, atau berlendir. Minta klien untuk menggambarkan ciri keluhan utama dengan kata-katanya sendiri.
  • Lokasi.
  • Lokasi yang menjadi keluhan harus dicatat. Lokasi ini terutama penting ketika klien mengeluh tentang nyeri, karena lokasi membedakan apakah nyeri yang diderita klien berasal dari kelainan jantung atau pernapasan.
  • Faktor yang memperburuk dan meredakan.
  • Tanyakan pada klien hal-hal apa yang dapat menimbulkan atau menghilangkan gejala yang dialaminya. Adakah keterkaitan aktivitas tertentu dengan gejala yang dialami. Apakah gejala timbul setelah klien menggunakan obat-obat tertentu.
  • Manifestasi yang berkaitan.
  • Adakah manifestasi lain yang terjadi dalam hubungannya dengan keluhan utama. Misalnya menggigil, demam, berkeringat malam hari, anoreksia, penurunan berat badan, keletihan yang berlebihan, ansietas dan suara serak. Anda dapat mengenali bahwa menggigil dan demam umumnya menyertai kelainan paru akibat infeksi, sementara anoreksia dan penurunan berat badan dapat terjadi pada klien dengan kelainan yang mengarah pada dispnea.
Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Riwayat kesehatan masa lalu memberikan informasi tentang riwayat kesehatan klien dan anggota keluarganya. Kaji klien terhadap kondisi kronis manifestasi pernapasan, misalnya batuk, dispnea, pembentukan sputum, atau mengi, karena kondisi ini memberikan petunjuk tentang penyebab masalah baru. Selain mengumpulkan data tentang penyakit pada masa kanak-kanak dan status imunisasi, tanyakan klien tentang kejadian TBC, bronkhitis, influenza, asma, pneumonia, dan frekuensi infeksi saluran napas bawah setelah terjadinya infeksi saluran napas atas. Tetapkan keberadaan masalah kongenital seperti fibrosis kistik atau riwayat kelahiran bayi prematur. Masalah ini berkaitan dengan komplikasi pernapasan seperti penyakit pulmonal obstruktif atau restriktif.
  • Tanyakan klien tentang perawatan di rumah sakit atau pengobatan masalah pernapasan sebelumnya. Dapatkan pula informasi tentang kapan penyakit terjadi atau waktu perawatan, tindakan medis (termasuk pembedahan, penggunaan ventilator, dan pengobatan inhalasi atau terapi oksigen), dan status masalah saat ini. Tanyakan apakah klien telah menjalani pemeriksaan rontngen dan kapan, dan apakah pemeriksaan diagnostik pulmonal dilakukan. Informasi ini penting untuk membantu dalam mengeva-luasi masalah saat ini. Dapatkan keterangan tentang cedera mulut, hidung, tenggorok, atau dada sebelumnya (seperti trauma tumpul, fraktur iga, atau pneumotoraks), juga informasi detail tentang penggunaan obat-obat bebas atau yang diresepkan.
  • Tanyakan klien adakah riwayat keluarga tentang penyakit pernapasan. Misalnya asma, fibrosis kistik, emfisema atau penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), kanker paru, infeksi pernapasan, tuberkulosis, atau alergi. Sebutkan usia dan penyebab kematian anggota keluarga, termasuk ayah, ibu, adik, kakak, anak-anak, nenek-kakek, bibi dan paman. Tanyakan apakah ada anggota keluarga yang perokok. Perokok pasif sering kali mengalami gejala pernapasan lebih buruk.
Riwayat Psikososial
Dapatkan informasi tentang aspek-aspek psikososial klien yang mencakup lingkungan, pekerjaan, letak geografi, kebiasaan, pola olahraga, dan nutrisi. Identifikasi semua agens lingkungan yang mungkin mempengaruhi kondisi klien, lingkungan kerja dan hobi.

Tanyakan tentang kondisi kehidupan klien, seperti jumlah anggota keluarga yang tinggal serumah. Kondisi kehidupan yang sumpek meningkatkan risiko penyakit pernapasan seperti tuberkulosis. Kaji terhadap bahaya lingkungan seperti sirkulasi udara yang buruk.

Kumpulkan riwayat merokok, berapa banyak sehari dan sudah berapa lama. Merokok rnenunjukkan hubungan adanya penurunan rungsi siliaris paru-paru, meningkatkan pembentukan lendir, dan terjadinya kanker paru. Tanyakan tentang penggunaan alkool. Gerakan siliaris paru diperlambat oleh alkool, yang mengurangi klirens lendir dari paru-paru. Penggunaan alohol berlebih menekan refleks batuk sehingga berisiko mengalami aspirasi.

Tanyakan apakah toleransi terhadap aktivitas menurun atau tetap stabil. Minta klien untuk menggambarkan aktivitas khusus seperti berjalan, pekerjaan rumah yang ringan, atau berbelanja kebutuhan rumah tangga yang dapat ditoleransi klien toleransi atau sebaliknya, yang mengakibatkan sesak napas.

Mempertahankan diet yang bergizi penting untuk klien dengan penyakit pernapasan kronis. Penyakit pernapasan kronis mengakibatkan penurunan kapasitas paru dan beban keria lebih tinggi bagi paru dan sistem kardiovaskular. Penambahan beban kerja meningkatkan kebutuhan kalori dan dapat menurunkan berat badan. Klien menjadi anorektik sekunder akibat efek medikasi dan keletihan. Kaji masukan gizi selama 24 jam terakhir, minta klien mengingat pola masukan makanan seminggu terakhir.

Related Posts:

Konsep Dasar EKG

Elektrokardiogram (EKG) adalah grafik yang dibuat oleh sebuah elektrokardiograf, yang merekam aktivitas kelistrikan jantung dalam waktu tertentu. Namanya terdiri atas sejumlah bagian yang berbeda: elektro, karena berkaitan dengan elektronika, kardio, kata Yunani untuk jantung, gram, sebuah akar Yunani yang berarti “menulis”.

Analisis sejumlah gelombang dan vektor normal depolarisasi dan repolarisasi menghasilkan informasi diagnostik yang penting.
  • Merupakan standar emas untuk diagnosis aritmia jantung
  • EKG memandu tingkatan terapi dan risiko untuk pasien yang dicurigai ada infark otot jantung akut
  • EKG membantu menemukan gangguan elektrolit (mis. hiperkalemia dan hipokalemia)
  • EKG memungkinkan penemuan abnormalitas konduksi (mis. blok cabang berkas kanan dan kiri)
  • EKG digunakan sebagai alat tapis penyakit jantung iskemik selama uji stres jantung
  • EKG kadang-kadang berguna untuk mendeteksi penyakit bukan jantung (mis. emboli paru atau hipotermia)
Elektrokardiogram tidak menilai kontraktilitas jantung secara langsung. Namun, EKG dapat memberikan indikasi menyeluruh atas naik-turunnya suatu kontraktilitas.

Kertas perekam EKG
Sebuah elektrokardiograf khusus berjalan di atas kertas dengan kecepatan 25 mm/s, meskipun kecepatan yang di atas daripada itu sering digunakan. Setiap kotak kecil kertas EKG berukuran 1 mm². Dengan kecepatan 25 mm/s, 1 kotak kecil kertas EKG sama dengan 0,04 s (40 ms). 5 kotak kecil menyusun 1 kotak besar, yang sama dengan 0,20 s (200 ms). Karena itu, ada 5 kotak besar per menit. 12 sadapan EKG berkualitas diagnostik dikalibrasikan sebesar 10 mm/mV, jadi 1 mm sama dengan 0,1 mV. Sinyal “kalibrasi” harus dimasukkan dalam tiap rekaman. Sinyal standar 1 mV harus menggerakkan jarum 1 cm secara vertikal, yakni 2 kotak besar di kertas EKG.

Seleksi saring
Monitor EKG modern memiliki banyak penyaring untuk pemrosesan sinyal. Yang paling umum adalah mode monitor dan mode diagnostik. Dalam mode monitor, penyaring berfrekuensi rendah (juga disebut penyaring bernilai tinggi karena sinyal di atas ambang batas bisa lewat) diatur baik pada 0,5 Hz maupun 1 Hz dan penyaring berfrekuensi tinggi (juga disebut penyaring bernilai rendah karena sinyal di bawah ambang batas bisa lewat) diatur pada 40 Hz. Hal ini membatasi EKG untuk pemonitoran irama jantung rutin. Penyaring bernilai tinggi membantu mengurangi garis dasar yang menyimpang dan penyaring bernilai rendah membantu mengurangi bising saluran listrik 50 atau 60 Hz (frekuensi jaringan saluran listrik berbeda antara 50 dan 60 Hz di sejumlah negara). Dalam mode diagnostik, penyaring bernilai tinggi dipasang pada 0,05 Hz, yang memungkinkan segmen ST yang akurat direkam. Penyaring bernilai rendah diatur pada 40, 100, atau 150 Hz. Sebagai akibatnya, tampilan EKG mode monitor banyak tersaring daripada mode diagnostik, karena bandpassnya lebih sempit.

Sadapan
Grafik yang menunjukkan hubungan antara elektrode positif, muka gelombang depolarisasi (atau rerata vektor listrik), dan kompleks yang ditampilkan di EKG. Kata sadapan memiliki 2 arti pada elektrokardiografi: bisa merujuk ke kabel yang menghubungkan sebuah elektrode ke elektrokardiograf, atau (yang lebih umum) ke gabungan elektrode yang membentuk garis khayalan pada badan di mana sinyal listrik diukur. Lalu, istilah benda sadap longgar menggunakan arti lama, sedangkan istilah 12 sadapan EKG menggunakan arti yang baru. Nyatanya, sebuah elektrokardiograf 12 sadapan biasanya hanya menggunakan 10 kabel/elektroda. Definisi terakhir sadapan inilah yang digunakan di sini. Sebuah elektrokardiogram diperoleh dengan menggunakan potensial listrik antara sejumlah titik tubuh menggunakan penguat instrumentasi biomedis.

Sebuah sadapan mencatat sinyal listrik jantung dari gabungan khusus elektrode rekam yang ditempatkan di titik-titik tertentu tubuh pasien.
  • Saat bergerak ke arah elektrode positif, muka gelombang depolarisasi (atau rerata vektor listrik) menciptakan defleksi positif di EKG di sadapan yang berhubungan.
  • Saat bergerak dari elektrode positif, muka gelombang depolarisasi menciptakan defleksi negatif pada EKG di sadapan yang berhubungan.
  • Saat bergerak tegak lurus ke elektrode positif, muka gelombang depolarisasi (atau rerata vektor listrik) menciptakan kompleks equifasik (atau isoelektrik) di EKG, yang akan bernilai positif saat muka gelombang depolarisasi (atau rerata vektor listrik) mendekati (A), dan kemudian menjadi negatif saat melintas dekat (B).
Ada 2 jenis sadapan—unipolar dan bipolar. EKG lama memiliki elektrode tak berbeda di tengah segitiga Einthoven (yang bisa diserupakan dengan ‘netral’ stop kontak dinding) di potensial nol. Arah sadapan-sadapan ini berasal dari “tengah” jantung yang mengarah ke luar secara radial dan termasuk sadapan (dada) prekordial dan sadapan ekstremitas—VL, VR, & VF. Sebaliknya, EKG baru memiliki kedua elektrode itu di beberapa potensial dan arah elektrode yang berhubungan berasal dari elektrode di potensial yang lebih rendah ke tinggi, mis., di sadapan ekstremitas I, arahnya dari kiri ke kanan, yang termasuk sadapan ekstremitas –I, II, dan III. Catat bahwa skema warna untuk sadapan berbeda antar negara.

Sadapan ekstremitas
Sadapan I, II dan III disebut sadapan ekstremitas karena pernah pokoq elektrokardiogafi benar-benar harus menempatkan tangan dan kaki mereka di ember air asin untuk mendapatkan sinyal dari galvanometer senar Einthoven. EKG seperti itu membentuk dasar yang kini dikenal sebagai segitiga Einthoven. Akhirnya, elektrode ditemukan sehingga dapat ditempatkan secara langsung di kulit pasien. Meskipun ember air asin sebentar saja diperlukannya, elektrode-elektrode itu masih ditempatkan di lengan dan kaki pasien untuk mengira-ngirakan sinyal yang diperoleh dari ember air asin itu. Elektrode-elektrode itu masih menjadi 3 sadapan pertama EKG 12 sadapan modern.
  • Sadapan I adalah dipol dengan elektrode negatif (putih) di lengan kanan dan elektrode positif (hitam) di lengan kiri.
  • Sadapan II adalah dipol dengan elektrode negatif (putih) di lengan kanan dan elektrode positif (merah) di kaki kiri.
  • Sadapan III adalah dipol dengan elektrode negatif (hitam) di lengan kiri dan elektrode positif (merah) di kaki kiri.
Sadapan ekstremitas tambahan
Sadapan aVR, aVL, dan aVF merupakan sadapan ekstremitas tambahan, yang diperoleh dari elektrode yang sama sebagai sadapan I, II, dan III. Namun, ketiga sadapan itu memandang jantung dari sudut (atau vektor) yang berbeda karena elektrode negatif untuk sadapan itu merupakan modifikasi terminal sentral Wilson, yang diperoleh dengan menambahkan sadapan I, II, dan III bersama dan memasangnya ke terminal negatif mesin EKG. Hal ini membidik elektrode negatif dan memungkinkan elektrode positif untuk menjadi “elektrode penjelajah” atau sadapan unipolar. Hal ini mungkin karena Hukum Einthoven menyatakan bahwa I + (-II) + III = 0. Persamaan itu juga bisa ditulis I + III = II. Ditulis dengan cara ini (daripada I + II + III = 0) karena Einthoven membalik polaritas sadapan II di segitiga Einthoven, mungkin karena ia suka melihat kompleks QRS tegak lurus. Terminal sentral Wilson meratakan jalan untuk perkembangan sadapan ekstremitas tambahan aVR, aVL, aVF dan sadapan prekordial V1, V2, V3, V4, V5, dan V6.
  • Sadapan aVR atau “vektor tambahan kanan” memiliki elektrode positif (putih) di lengan kanan. Elektrode negatif merupakan gabungan elektrode lengan kiri (hitam) dan elektrode kaki kiri (merah), yang “menambah” kekuatan sinyal elektrode positif di lengan kanan.
  • Sadapan aVL atau “vektor tambahan kiri” mempunyai elektrode positif (hitam) di lengan kiri. Elektrode negatif adalah gabungan elektrode lengan kanan (putih) dan elektrode kaki kiri (merah), yang “menambah” kekuatan sinyal elektrode positif di lengan kiri.
  • Sadapan aVF atau “vektor tambahan kaki” mempunyai elektrode positif (merah) di kaki kiri. Elektrode negatif adalah gabungan elektrode lengan kanan (putih) dan elektrode lengan kiri (hitam), yang “menambah” sinyal elektrode positif di kaki kiri.
Sadapan ekstremitas tambahan aVR, aVL, dan aVF diperkuat dengan cara ini karena sinyal itu terlalu kecil untuk berguna karena elektrode negatifnya adalah terminal sentral Wilson. Bersama dengan sadapan I, II, dan III, sadapan ekstremitas tambahan aVR, aVL, dan aVF membentuk dasar sistem rujukan heksaksial, yang digunakan untuk menghitung sumbu kelistrikan jantung di bidang frontal.

Sadapan prekordial
Penempatan sadapan prekordial yang benar.
Sadapan prekordial V1, V2, V3, V4, V5, dan V6 ditempatkan secara langsung di dada. Karena terletak dekat jantung, 6 sadapan itu tak memerlukan augmentasi. Terminal sentral Wilson digunakan untuk elektrode negatif, dan sadapan-sadapan tersebut dianggap unipolar. Sadapan prekordial memandang aktivitas jantung di bidang horizontal. Sumbu kelistrikan jantung di bidang horizontal disebut sebagai sumbu Z. Sadapan V1, V2, dan V3 disebut sebagai sadapan prekordial kanan sedangkan V4, V5, dan V6 disebut sebagai sadapan prekordial kiri.

Kompleks QRS negatif di sadapan V1 dan positif di sadapan V6. Kompleks QRS harus menunjukkan peralihan bertahap dari negatif ke positif antara sadapan V2 dan V4. Sadapan ekuifasik itu disebut sebagai sadapan transisi. Saat terjadi lebih awal daripada sadapan V3, peralihan ini disebut sebagai peralihan awal. Saat terjadi setelah sadapan V3, peralihan ini disebut sebagai peralihan akhir. Harus ada pertambahan bertahap pada amplitudo gelombang R antara sadapan V1 dan V4. Ini dikenal sebagai progresi gelombang R. Progresi gelombang R yang kecil bukanlah penemuan yang spesifik, karena dapat disebabkan oleh sejumlah abnormalitas konduksi, infark otot jantung, kardiomiopati, dan keadaan patologis lainnya.
  • Sadapan V1 ditempatkan di ruang intercostal IV di kanan sternum.
  • Sadapan V2 ditempatkan di ruang intercostal IV di kiri sternum.
  • Sadapan V3 ditempatkan di antara sadapan V2 dan V4.
  • Sadapan V4 ditempatkan di ruang intercostal V di linea (sekalipun detak apeks berpindah). 
  • Sadapan V5 ditempatkan secara mendatar dengan V4 di linea axillaris anterior.
  • Sadapan V6 ditempatkan secara mendatar dengan V4 dan V5 di linea midaxillaris.
Sadapan dasar Sebuah elektrode tambahan (biasanya hijau) terdapat di EKG 4 dan 12 sadapan modern, yang disebut sebagai sadapan dasar yang menurut kesepakatan ditempatkan di kaki kiri, meski secara teoretis dapat ditempatkan di manapun pada tubuh. Dengan EKG 3 sadapan, saat 1 dipol dipandang, sisanya menjadi sadapan dasar bila tiada.

Gelombang dan interval
Gambaran skematik EKG normal
Sebuah EKG yang khas melacak detak jantung normal (atau siklus jantung) terdiri atas 1 gelombang P, 1 kompleks QRS dan 1 gelombang T. Sebuah gelombang U kecil normalnya terlihat pada 50-75% di EKG. Voltase garis dasar elektrokardiogram dikenal sebagai garis isoelektrik. Khasnya, garis isoelektrik diukur sebagai porsi pelacakan menyusul gelombang T dan mendahului gelombang P berikutnya.

Analisis irama
Ada beberapa aturan dasar yang dapat diikuti untuk mengenali irama jantung pasien. Bagaimana denyutannya? Teratur atau tidak? Adakah gelombang P? Adakah kompleks QRS? Adakah perbandingan 1:1 antara gelombang P dan kompleks QRS? Konstankah interval PR?

Gelombang P
Selama depolarisasi atrium normal, vektor listrik utama diarahkan dari nodus SA ke nodus AV, dan menyebar dari atrium kanan ke atrium kiri. Vektor ini berubah ke gelombang P di EKG, yang tegak pada sadapan II, III, dan aVF (karena aktivitas kelistrikan umum sedang menuju elektrode positif di sadapan-sadapan itu), dan membalik di sadapan aVR (karena vektor ini sedang berlalu dari elektrode positif untuk sadapan itu).
Sebuah gelombang P harus tegak di sadapan II dan aVF dan terbalik di sadapan aVR untuk menandakan irama jantung sebagai Irama Sinus.
  • Hubungan antara gelombang P dan kompleks QRS membantu membedakan sejumlah aritmia jantung.
  • Bentuk dan durasi gelombang P dapat menandakan pembesaran atrium. Interval PR Interval PR diukur dari awal gelombang P ke awal kompleks QRS, yang biasanya panjangnya 120-200 ms. Pada pencatatan EKG, ini berhubungan dengan 3-5 kotak kecil.
  • Interval PR lebih dari 200 ms dapat menandakan blok jantung tingkat pertama.
  • Interval PR yang pendek dapat menandakan sindrom pra-eksitasi melalui jalur tambahan yang menimbulkan pengaktifan awal ventrikel, seperti yang terlihat di Sindrom Wolff-Parkinson-White.
  • Interval PR yang bervariasi dapat menandakan jenis lain blok jantung.
  • Depresi segmen PR dapat menandakan lesi atrium atau perikarditis.
  • Morfologi gelombang P yang bervariasi pada sadapan EKG tunggal dapat menandakan irama pacemaker ektopik seperti pacemaker yang menyimpang maupun takikardi atrium multifokus Kompleks QRS Sejumlah kompleks QRS beserta tatanamanya.
Kompleks QRS adalah struktur EKG yang berhubungan dengan depolarisasi ventrikel. Karena ventrikel mengandung lebih banyak massa otot daripada atrium, kompleks QRS lebih besar daripada gelombang P. Di samping itu, karena sistem His/Purkinje mengkoordinasikan depolarisasi ventrikel, kompleks QRS cenderung memandang “tegak” daripada membundar karena pertambahan kecepatan konduksi. Kompleks QRS yang normal berdurasi 0,06-0.10 s (60-100 ms) yang ditunjukkan dengan 3 kotak kecil atau kurang, namun setiap ketidaknormalan konduksi bisa lebih panjang, dan menyebabkan perluasan kompleks QRS. Tak setiap kompleks QRS memuat gelombang Q, gelombang R, dan gelombang S. Menurut aturan, setiap kombinasi gelombang-gelombang itu dapat disebut sebagai kompleks QRS. Namun, penafsiran sesungguhnya pada EKG yang sulit memerlukan penamaan yang pasti pada sejumlah gelombang. Beberapa penulis menggunakan huruf kecil dan besar, bergantung pada ukuran relatif setiap gelombang. Sebagai contoh, sebuah kompleks Rs akan menunjukkan defleksi positif, sedangkan kompleks rS akan menunjukkan defleksi negatif.

Jika kedua kompleks itu dinamai RS, takkan mungkin untuk menilai perbedaan ini tanpa melihat EKG yang sesungguhnya.
  • Durasi, amplitudo, dan morfologi kompleks QRS berguna untuk mendiagnosis aritmia jantung, abnormalitas konduksi, hipertrofi ventrikel, infark otot jantung, gangguan elektrolit, dan keadaan sakit lainnya.
  • Gelombang Q bisa normal (fisiologis) atau patologis. Bila ada, gelombang Q yang normal menggambarkan depolarisasi septum interventriculare. Atas alasan ini, ini dapat disebut sebagai gelombang Q septum dan dapat dinilai di sadapan lateral I, aVL, V5 dan V6.
  • Gelombang Q lebih besar daripada 1/3 tinggi gelombang R, berdurasi lebih besar daripada 0,04 s (40 ms), atau di sadapan prekordial kanan dianggap tidak normal, dan mungkin menggambarkan infark miokardium.
Segmen ST
Segmen ST menghubungkan kompleks QRS dan gelombang T serta berdurasi 0,08-0,12 s (80-120 ms). Segmen ini bermula di titik J (persimpangan antara kompleks QRS dan segmen ST) dan berakhir di awal gelombang T. Namun, karena biasanya sulit menentukan dengan pasti di mana segmen ST berakhir dan gelombang T berawal, hubungan antara segmen ST dan gelombang T harus ditentukan bersama. Durasi segmen ST yang khas biasanya sekitar 0,08 s (80 ms), yang pada dasarnya setara dengan tingkatan segmen PR dan TP.
  • Segmen ST normal sedikit cekung ke atas.
  • Segmen ST yang datar, sedikit landai, atau menurun dapat menandakan iskemia koroner.
  • Elevasi segmen ST bisa menandakan infark otot jantung. Elevasi lebih dari 1 mm dan lebih panjang dari 80 ms menyusul titik J. Tingkat ukuran ini bisa positif palsu sekitar 15-20% (yang sedikit lebih tinggi pada wanita daripada pria) dan negatif palsu sebesar 20-30%.
Gelombang T
Gelombang T menggambarkan repolarisasi (atau kembalinya) ventrikel. Interval dari awal kompleks QRS ke puncak gelombang T disebut sebagai periode refraksi absolut. Separuh terakhir gelombang T disebut sebagai periode refraksi relatif (atau peride vulnerabel). Pada sebagian besar sadapan, gelombang T positif. Namun, gelombang T negatif normal di sadapan aVR. Sadapan V1 bisa memiliki gelombang T yang positif, negatif, atau bifase. Di samping itu, tidak umum untuk mendapatkan gelombang T negatif terisolasi di sadapan III, aVL, atau aVF.
  • Gelombang T terbalik (atau negatif) bisa menjadi iskemia koroner, sindrom Wellens, hipertrofi ventrikel kiri, atau gangguan SSP.
  • Gelombang T yang tinggi atau “bertenda” bisa menandakan hiperkalemia. Gelombang T yang datar dapat menandakan iskemia koroner atau hipokalemia.
  • Penemuan elektrokardiografi awal atas infark otot jantung akut terkadang gelombang T hiperakut, yang dapat dibedakan dari hiperkalemia oleh dasar yang luas dan sedikit asimetri.
  • Saat terjadi abnormalitas konduksi (mis., blok cabang berkas, irama bolak-balik), gelombang T harus didefleksikan berlawanan dengan defleksi terminal kompleks QRS, yang dikenal sebagai kejanggalan gelombang T yang tepat.
Interval QT
Interval QT diukur dari awal kompleks QRS ke akhir gelombang T. Interval QT yang normal biasanya sekitar 0,40 s. Interval QT di samping yang terkoreksi penting dalam diagnosis sindrom QT panjang dan sindrom QT pendek. Interval QT beragam berdasarkan pada denyut jantung, dan sejumlah faktor koreksi telah dikembangkan untuk mengoreksi interval QT untuk denyut jantung. Cara yang paling umum digunakan untuk mengoreksi interval QT untuk denyut pernah dirumuskan oleh Bazett dan diterbitkan pada tahun 1920. Rumus Bazett adalah di mana QTc merupakan interval QT yang dikoreksi untuk denyut, dan RR adalah interval dari bermulanya satu kompleks QRS ke bermulanya kompleks QRS berikutnya, diukur dalam detik.
Namun, rumus ini cenderung tidak akurat, dan terjadi kelebihan koreksi di denyut jantung tinggi dan kurang dari koreksi di denyut jantung rendah.

Gelombang U
Gelombang U tak selalu terlihat. Gelombang ini khasnya kecil, dan menurut definisi, mengikuti gelombang T. Gelombang U diperkirakan menggambarkan repolarisasi otot papillaris atau serabut Purkinje. Gelombang U yang menonjol sering terlihat di hipokalemia, namun bisa ada di hiperkalsemia, tirotoksikosis, atau pemajanan terhadap digitalis, epinefrin, dan antiaritmia Kelas 1A dan 3, begitupun di sindrom QT panjang bawaan dan di keadaan pendarahan intrakranial. Sebuah gelombang U yang terbalik dapat menggambarkan iskemia otot jantung atau kelebihan muatan volume di ventrikel kiri.

Jumlah sadapan EKG ada 12, masing-masing merekam aktivitas kelistrikan jantung dari sudut yang berbeda, yang juga berkaitan dengan area-area anatomis yang berbeda dengan tujuan mengidentifikasi iskemia korner akut atau lesi. 2 sadapan yang melihat ke area anatomis yang sama di jantung dikatakan bersebelahan (lihat tabel berkode warna).
  • Sadapan inferior (sadapan II, III dan aVF) memandang aktivitas listrik dari tempat yang menguntungkan di dinding inferior (atau diafragmatik) ventrikel kiri.
  • Sadapan lateral (I, aVL, V5 dan V6) melihat aktivitas kelistrikan dari titik yang menguntungkan di dinding lateral ventrikel kiri. Karena elektrode positif untuk sadapan I dan aVL terletak di bahu kiri, sadapan I dan aVL terkadang disebut sebagai sadapan lateral atas. Karena ada di dada pasien, elektode positif untuk sadapan V5 dan V6 disebut sebagai sadapan lateral bawah.
  • Sadapan septum, V1 and V2 memandang aktivitas kelistrikan dari titik yang menguntungkan di dinding septum anatomi kiri, yang sering dikelmpkkan bersama dengan sadapan anterior.
  • Sadapan anterior, V3 dan V4 melihat aktivitas kelistrikan dari tempat yang menguntungkan di anterior ventrikel kiri.
  • Di samping itu, setiap 2 sadapan prekordial yang berdampingan satu sama lain dianggap bersebelahan. Sebagai contoh, meski V4 itu sadapan anterior dan V5 lateral, 2 sadapan itu bersebelahan karena berdekatan satu sama lain.
  • Sadapan aVR tak menampakkan pandangan khusus atas ventrikel kiri. Sebagai gantinya, sadapan ini melihat bagian dalam dinding endokardium dari sudut pandangnya di bahu kanan.
Sumbu Diagram yang menunjukkan bagaimana polaritas kompleks QRS di sadapan I, II, dan III dapat digunakan untuk memperkirakan sumbu listrik jantung dalam bidang frontal. Sumbu kelistrikan jantung merujuk ke arah umum muka gelombang depolarisasi jantung (atau rerata vektor listrik) di bidang frontal. Biasanya berorientasi di arah bahu kanan ke kaki kiri, yang berhubungan dengan kuadran inferior kiri sistem rujukan heksaksial, meski -30o hingga +90o dianggap normal.
  • Deviasi sumbu kiri (-30o hingga -90o) dapat menandakan blok fasciculus anterior kiri atau gelombang Q dari infark otot jantung inferior.
  • Deviasi sumbu kanan (+90o hingga +180o) dapat menandakan blok fasciculus posterior kiri, gelombang Q dari infark otot jantung lateral atas, atau pola nada ventrikel kanan.
  • Dalam keadaan blok cabang berkas kanan, deviasi kanan atau kiri dapat menandakan blok bifasciculus.
7 KRITERIA INTERPRETASI EKG DISERTAI NILAI NORMAL
  1. Frekuensi (Heart Rate) : 60-100x/menit
  2. Irama (Rhythm) : Sinus ritme
  3. Gelombang P (P wave) : < 0,12 detik dan < 0,3 mV
  4. Jarak P – QRS (PR interval) : 0,12 – 0,20 detik
  5. Kompleks QRS, ada 3 yang dinilai :
    • Lama/lebar (duration) : < 0,12 detik
    • Sumbu (axis) : -30 sampai 105 (00 sampai 900)
    • Bentuk (comfiguration) :
      • Positif di I, II, aVF, V5, dan V6 (+)
      • Negatif di aVR, V1, dan V2 (-)
      • Bifasik di III, aVL, V3, dan V4 (+)
  6. Segmen S-T (ST segmen) : sejajar garis sebelum dan sesudah QRS (isoelektris)
  7. Gel. T (T wave) : > 0,1 mV sampai 0,5 mV pada I-aVF < 1 mV pada prekordial lead

Related Posts: