Asuhan Keperawatan pada Klien Benigna Prostat Hipertropi

Pengkajian
  • Data subyektif :
    1. Pasien mengeluh sakit pada luka insisi.
    2. Pasien mengatakan tidak bisa melakukan jalin sesual.
    3. Pasien selalu menanyakan tindakan yang dilakukan.
    4. Pasien mengatakan buang air kecil tidak terasa.
  • Data Obyektif :
    1. Terdapat luka insisi
    2. Takikardi
    3. Gelisah
    4. Tekanan darah meningkat
    5. Ekspresi w ajah ketakutan
    6. Terpasang kateter
Diagnosa Keperawatan
  1. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter
  2. Kurang pengetahuan : tentang TUR-P berhubungan dengan kurang informasi
  3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri / efek pembedahan
Intervensi
Diagnosa Keperawatan 1. :
  • Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter
Tujuan :
  • Setelah dilakukan perawatan selama 3-5 hari pasien mampu mempertahankan derajat kenyamanan secara adekuat.
Kriteria hasil :
  • Secara verbal pasien mengungkapkan nyeri berkurang atau hilang.
  • Pasien dapat beristirahat dengan tenang.
Intervensi :
  1. Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0 - 10)
  2. Monitor dan catat adanya rasa nyeri, lokasi, durasi dan faktor pencetus serta penghilang nyeri.
  3. Observasi tanda-tanda non verbal nyeri (gelisah, kening mengkerut, peningkatan tekanan darah dan denyut nadi)
  4. Beri ompres hangat pada abdomen terutama perut bagian bawah.
  5. Anjurkan pasien untuk menghindari stimulan (kopi, teh, merokok, abdomen tegang)
  6. Atur posisi pasien senyaman mungkin, ajarkan teknik relaksasi
  7. Lakukan perawatan aseptik terapeutik
  8. Laporkan pada dokter jika nyeri meningkat.
Diagnosa Keperawatan 2. :
  • Kurang pengetahuan: tentang TUR-P berhubungan dengan kurang informasi
Tujuan :
  • Klien dapat menguraikan pantangan kegiatan serta kebutuhan berobat lanjutan .
Kriteria hasil :
  • Klien akan melakukan perubahan perilaku.
  • Klien berpartisipasi dalam program pengobatan.
  • Klien akan mengatakan pemahaman pada pantangan kegiatan dan kebutuhan berobat lanjutan.
Intervensi :
  • Beri penjelasan untuk mencegah aktifitas berat selama 3-4 minggu.
  • Beri penjelasan untuk mencegah mengedan waktu BAB selama 4-6 minggu; dan memakai pelumas tinja untuk laksatif sesuai kebutuhan.
  • Pemasukan cairan sekurang–kurangnya 2500-3000 ml/hari.
  • Anjurkan untuk berobat lanjutan pada dokter.
  • Kosongkan kandung kemih apabila kandung kemih sudah penuh.
Diagnosa Keperawatan 3. :
  • Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri / efek pembedahan
Tujuan :
  • Kebutuhan tidur dan istirahat terpenuhi
Kriteria hasil :
  1. Klien mampu beristirahat / tidur dalam waktu yang cukup.
  2. Klien mengungkapan sudah bisa tidur.
  3. Klien mampu menjelaskan faktor penghambat tidur.
Intervensi :
  1. Jelaskan pada klien dan keluarga penyebab gangguan tidur dan kemungkinan cara untuk menghindari.
  2. Ciptakan suasana yang mendukung, suasana tenang dengan mengurangi kebisingan.
  3. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan penyebab gangguan tidur.
  4. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat yang dapat mengurangi nyeri (analgesik).

Related Posts:

Konsep Dasar Benigna Prostat Hipertropi

Pengertian
Hipertropi Prostat adalah hiperplasia dari kelenjar periurethral yang kemudian mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah. (Jong, Wim de, 1998).

Benigna Prostat Hiperplasi ( BPH ) adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar / jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika (Lab / UPF Ilmu Bedah RSUD dr. Sutomo, 1994 : 193).

Etiologi
Penyebab terjadinya Benigna Prostat Hipertropi belum diketahui secara pasti. Tetapi hanya 2 faktor yang mempengaruhi terjadinya Benigne Prostat Hypertropi yaitu testis dan usia lanjut.

Ada beberapa teori mengemukakan mengapa kelenjar periurethral dapat mengalami hiperplasia, yaitu :
  1. Teori Sel Stem (Isaacs 1984). Berdasarkan teori ini jaringan prostat pada orang dewasa berada pada keseimbangan antara pertumbuhan sel dan sel mati, keadaan ini disebut steady state. Pada jaringan prostat terdapat sel stem yang dapat berproliferasi lebih cepat, sehingga terjadi hiperplasia kelenjar periurethral.
  2. Teori MC Neal (1978). Menurut MC. Neal, pembesaran prostat jinak dimulai dari zona transisi yang letaknya sebelah proksimal dari spincter eksterna pada kedua sisi veromontatum di zona periurethral.
Anatomi Fisiologi
Kelenjar proatat adalah suatu jaringan fibromuskular dan kelenjar grandular yang melingkari urethra bagian proksimal yang terdiri dari kelnjar majemuk, saluran-saluran dan otot polos terletak di bawah kandung kemih dan melekat pada dinding kandung kemih dengan ukuran panjang : 3-4 cm dan lebar : 4,4 cm, tebal : 2,6 cm dan sebesar biji kenari, pembesaran pada prostat akan membendung uretra dan dapat menyebabkan retensi urine, kelenjar prostat terdiri dari lobus posterior lateral, anterior dan lobus medial, kelenjar prostat berguna untuk melindungi spermatozoa terhadap tekanan yang ada uretra dan v. Serta menambah cairan alkalis pada cairan seminalis.

Patofisiologi
Menurut Mansjoer Arif tahun 2000 pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan pada traktus urinarius. Pada tahap awal terjadi pembesaran prostat sehingga terjadi perubahan fisiologis yang mengakibatkan resistensi uretra daerah prostat, leher vesika kemudian detrusor mengatasi dengan kontraksi lebih kuat.

Sebagai akibatnya serat detrusor akan menjadi lebih tebal dan penonjolan serat detrusor ke dalam mukosa buli-buli akan terlihat sebagai balok-balok yang tampai (trabekulasi). Jika dilihat dari dalam vesika dengan sitoskopi, mukosa vesika dapat menerobos keluar di antara serat detrusor sehingga terbentuk tonjolan mukosa yang apabila kecil dinamakan sakula dan apabila besar disebut diverkel. Fase penebalan detrusor adalah fase kompensasi yang apabila berlanjut detrusor akan menjadi lelah dan akhirnya akan mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk kontraksi, sehingga terjadi retensi urin total yang berlanjut pada hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas.

Tanda dan Gejala
  1. Hilangnya kekuatan pancaran saat miksi (bak tidak lampias)
  2. Kesulitan dalam mengosongkan kandung kemih.
  3. Rasa nyeri saat memulai miksi/
  4. Adanya urine yang bercampur darah (hematuri).
Komplikasi
  • Aterosclerosis
  • Infark jantung
  • Impoten
  • Haemoragik post operasi
  • Fistula
  • Striktur pasca operasi & inconentia urine
Pemeriksaan Diagnosis
  1. Laboratorium
    • Meliputi ureum (BUN), kreatinin, elekrolit, tes sensitivitas dan biakan urin.
  2. Radiologis
  3. Intravena pylografi, BNO, sistogram, retrograd, USG, Ct Scanning, cystoscopy, foto polos abdomen. Indikasi sistogram retrogras dilakukan apabila fungsi ginjal buruk, ultrasonografi dapat dilakukan secara trans abdominal atau trans rectal (TRUS = Trans Rectal Ultra Sonografi), selain untuk mengetahui pembesaran prostat ultra sonografi dapat pula menentukan volume buli-buli, mengukut sisa urine dan keadaan patologi lain seperti difertikel, tumor dan batu (Syamsuhidayat dan Wim De Jong, 1997).
  4. Prostatektomi Retro Pubis
  5. Pembuatan insisi pada abdomen bawah, tetapi kandung kemih tidak dibuka, hanya ditarik dan jaringan adematous prostat diangkat melalui insisi pada anterior kapsula prostat.
  6. Prostatektomi Parineal
  7. Yaitu pembedahan dengan kelenjar prostat dibuang melalui perineum.
Penatalaksanaan
  1. Non Operatif
    • Pembesaran hormon estrogen & progesteron
    • Massase prostat, anjurkan sering masturbasi
    • Anjurkan tidak minum banyak pada waktu yang pendek
    • Cegah minum obat antikolinergik, antihistamin & dengostan
    • Pemasangan kateter.
  2. Operatif
    • Indikasi : terjadi pelebaran kandung kemih dan urine sisa 750 ml
    • TUR (Trans Uretral Resection)
    • STP (Suprobic Transersal Prostatectomy)
    • Retropubic Extravesical Prostatectomy)
    • Prostatectomy Perineal

Related Posts:

Konsep Dasar Hematomesis Melena

Pengertian

Hematemesis adalah muntah darah dan melena adalah pengeluaran faeses atau tinja yang berwarna hitam seperti ter yang disebabkan oleh adanya perdarahan saluran makan bagian atas. Warna hematemesis tergantung pada lamanya hubungan atau kontak antara drah dengan asam lambung dan besar kecilnya perdarahan, sehingga dapat berwarna seperti kopi atau kemerah-merahan dan bergumpal-gumpal.

Biasanya terjadi hematemesis bila ada perdarahan di daerah proksimal jejunun dan melenadapat terjadi tersendiri atau bersama-sama dengan hematemesis. Paling sedikit terjadi perdarahan sebanyak 50-100 ml, baru dijumpai keadaan melena. Banyaknya darah yang keluar selama hematemesis atau melena sulit dipakai sebagai patokan untuk menduga besar kecilnya perdarahan saluran makan bagian atas. Hematemesis dan melena merupakan suatu keadaan yang gawat dan memerlukan perawatan segera di rumah sakit.


Penyebab perdarahan saluran makan bagian atas
  1. Kelainan esofagus: varise, esofagitis, keganasan.
  2. Kelainan lambung dan duodenum: tukak lambung dan duodenum, keganasan dan lain-lain.
  3. Penyakit darah: leukemia, DIC (disseminated intravascular coagulation), purpura trombositopenia dan lain-lain.
  4. Penyakit sistemik lainnya: uremik, dan lain-lain.
  5. Pemakaian obat-obatan yang ulserogenik: golongan salisilat, kortikosteroid, alkool, dan lai-lain.
Penting sekali menentukan penyebab dan tempat asal perdarahan saluran makan bagian atas, karena terdapat perbedaan usaha penanggulangan setiap macam perdarahan saluran makan bagian atas. Penyebab perdarahan saluran makan bagian atas yang terbanyak dijumpai di Indonesia adalah pecahnya varises esofagus dengan rata-rata 45-50 % seluruh perdarahan saluran makan bagian atas (Hilmy 1971: 58 %)


Diagnosis

Anamnesis
Dilakukan anmnesis yang teliti dan bila keadaan umum penderita lamah atau kesadaran menurun maka dapat diambil aloanamnesis. Perlu ditanyakan riwayat penyakit dahulu, misalnya hepatitis, penyakit hati menahun, alkooolisme, penyakit lambung, pemakaian obat-obat ulserogenik dan penyakit darah seperti: leukemia dan lain-lain. Biasanya pada perdarahan saluran makan bagian atas yang disebabkan pecahnya varises esofagus tidak dijumpai adanya keluhan rasa nyeri atau pedih di daerah epigastrium dan gejala hematemesis timbul secara mendadak. Dari hasil anamnesis sudah dapat diperkirakan jumlah perdarahan yang keluar dengan memakai takara yang praktis seperti berapa gelas, berapa kaleng dan lain-lain.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik penderita perdarahan saluran makan bagian atas yang perlu diperhatikan adalah keadaan umum, kesadaran, nadi, tekanan darah, tanda-tanda anemia dan gejala-gejala hipovolemik agar dengan segera diketahui keadaan yang lebih serius seperti adanya rejatan atau kegagalan fungsi hati. Disamping itu dicari tanda-tanda hipertensi portal dan sirosis hepatis, seperti spider naevi, ginekomasti, eritema palmaris, caput medusae, adanya kolateral, asites, hepatosplenomegali dan edema tungkai.
Pemeriksaan laboratorium seperti kadar hemoglobin, hematokrit, leukosit, sediaan darah hapus, golongan darah dan uji fungsi hati segera dilakukan secara berkala untuk dapat mengikuti perkembangan penderita.

Laboratorium 
Pemeriksaan Radiologik 
Pemeriksaan radiologik dilakukan dengan pemeriksaan esofagogram untuk daerah esofagus dan diteruskan dengan pemeriksaan double contrast pada lambung dan duodenum. emeriksaan tersebut dilakukan pada berbagai posisi terutama pada daerah 1/3 distal esofagus, kardia dan fundus lambung untuk mencari ada/tidaknya varises. Untuk mendapatkan hasil yang diharapkan, dianjurkan pemeriksaan radiologik ini sedini mungkin, dan sebaiknya segera setelahhematemesis berhenti.

Pemeriksaan endoskopik 
Dengan adanya berbagai macam tipe fiberendoskop, maka pemeriksaan secara endoskopik menjadi sangat penting untuk menentukan dengan tepat tempat asal dan sumber perdarahan. Keuntungan lain dari pemeriksaan endoskopik adalah dapat dilakukan pengambilan foto untuk dokumentasi, aspirasi cairan, dan biopsi untuk pemeriksaan sitopatologik. Pada perdarahan saluran makan bagian atas yang sedang berlangsung, pemeriksaan endoskopik dapat dilakukan secara darurat atau sedini mungkin setelah hematemesis berhenti.

Pemeriksaan ultrasonografi dan scanning hati 
Pemeriksaan dengan ultrasonografi atau scanning hati dapat mendeteksi penyakit hati kronik seperti sirosis hati yang mungkin sebagai penyebab perdarahan saluran makan bagian atas. Pemeriksaan ini memerlukan peralatan dan tenaga khusus yang sampai sekarang hanya terdapat dikota besar saja.

Terapi 

Pengobatan penderita perdarahan saluran makan bagian atas harus sedini mungkin dan sebaiknya diraat di rumah sakit untuk mendapatkan pengawasan yang teliti dan pertolongan yang lebih baik. Pengobatan penderita perdarahan saluran makan bagian atas meliputi :
  1. Pengawasan dan pengobatan umum
    • Penderita harus diistirahatkan mutlak, obat-obat yang menimbulkan efek sedatif morfin, meperidin dan paraldehid sebaiknya dihindarkan.
    • Penderita dipuasakan selama perdarahan masih berlangsung dan bila perdarahan berhenti dapat diberikan makanan cair.
    • Infus cairan langsung dipasang dan diberilan larutan garam fisiologis selama belum tersedia darah.
    • Pengawasan terhadap tekanan darah, nadi, kesadaran penderita dan bila perlu dipasang CVP monitor.
    • Pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit perlu dilakukan untuk mengikuti keadaan perdarahan.
    • Transfusi darah diperlukan untuk menggati darah yang hilang dan mempertahankan kadar hemoglobin 50-70 % harga normal.
    • Pemberian obat-obatan hemostatik seperti vitamin K, 4 x 10 mg/hari, karbasokrom (Adona AC), antasida dan golongan H2 reseptor antagonis (simetidin atau ranitidin) berguna untuk menanggulangi perdarahan.
    • Dilakukan klisma atau lavemen dengan air biasa disertai pemberian antibiotika yang tidak diserap oleh usus, sebagai tindadakan sterilisasi usus. Tindakan ini dilakukan untuk mencegah terjadinya peningkatan produksi amoniak oleh bakteri usus, dan ini dapat menimbulkan ensefalopati hepatik.
  2. Pemasangan pipa naso-gastrik
  3. Tujuan pemasangan pipa naso gastrik adalah untuk aspirasi cairan lambung, lavage (kumbah lambung) dengan air , dan pemberian obat-obatan. Pemberian air pada kumbah lambung akan menyebabkan vasokontriksi lokal sehingga diharapkan terjadi penurunan aliran darah di mukosa lambung, dengan demikian perdarahan akan berhenti. Kumbah lambung ini akan dilakukan berulang kali memakai air sebanyak 100- 150 ml sampai cairan aspirasi berwarna jernih dan bila perlu tindakan ini dapat diulang setiap 1-2 jam. Pemeriksaan endoskopi dapat segera dilakukan setelah cairan aspirasi lambung sudah jernih.
  4. Pemberian pitresin (vasopresin)
  5. Pitresin mempunyai efek vasokoktriksi, pada pemberian pitresin per infus akan mengakibatkan kontriksi pembuluh darah dan splanknikus sehingga menurunkan tekanan vena porta, dengan demikian diharapkan perdarahan varises dapat berhenti. Perlu diingat bahwa pitresin dapat menrangsang otot polos sehingga dapat terjadi vasokontriksi koroner, karena itu harus berhati-hati dengan pemakaian obat tersebut terutama pada penderita penyakit jantung iskemik. Karena itu perlu pemeriksaan elektrokardiogram dan anamnesis terhadap kemungkinan adanya penyakit jantung koroner/iskemik.
  6. Pemasangan balon SB Tube
  7. Dilakukan pemasangan balon SB tube untuk penderita perdarahan akibat pecahnya varises. Sebaiknya pemasangan SB tube dilakukan sesudah penderita tenang dan kooperatif, sehingga penderita dapat diberitahu dan dijelaskan makna pemakaian alat tersebut, cara pemasangannya dan kemungkinan kerja ikutan yang dapat timbul pada waktu dan selama pemasangan.
    Beberapa peneliti mendapatkan hasil yang baik dengan pemakaian SB tube ini dalam menanggulangi perdarahan saluran makan bagian atas akibat pecahnya varises esofagus. Komplikasi pemasangan SB tube yang berat seperti laserasi dan ruptur esofagus, obstruksi jalan napas tidak pernah dijumpai.
  8. Pemakaian bahan sklerotik
  9. Bahan sklerotik sodium morrhuate 5 % sebanyak 5 ml atau sotrdecol 3 % sebanyak 3 ml dengan bantuan fiberendoskop yang fleksibel disuntikan dipermukaan varises kemudian ditekan dengan balon SB tube. Tindakan ini tidak memerlukan narkose umum dan dapat diulang beberapa kali. Cara pengobatan ini sudah mulai populer dan merupakan salah satu pengobatan yang baru dalam menanggulangi perdarahan saluran makan bagian atas yang disebabkan pecahnya varises esofagus.
  10. Tindakan operasi
  11. Bila usaha-usaha penanggulangan perdarahan diatas mengalami kegagalan dan perdarahan tetap berlangsung, maka dapat dipikirkan tindakan operasi . Tindakan operasi yang basa dilakukan adalah : ligasi varises esofagus, transesi esofagus, pintasan porto-kaval.
    Operasi efektif dianjurkan setelah 6 minggu perdarahan berhenti dan fungsi hari membaik.
Prognosis

Pada umumnya penderita dengan perdarahan saluran makan bagian atas yang disebabkan pecahnya varises esofagus mempunyai faal hati yang buruk/.terganggu sehingga setiap perdarahan baik besar maupun kecil mengakibatkan kegagalan hati yang berat. Banyak faktor yang mempengaruhi prognosis penderita seperti faktor umur, kadar Hb, tekanan darah selama perawatan, dan lain-lain. Hasil penelitian Hernomo menunjukan bahwa angka kematian penderita dengan perdarahan saluran makan bagian atas dipengaruhi oleh faktor kadar Hb waktu dirawat, terjadi/tidaknya perdarahan ulang, keadaan hati, seperti ikterus, encefalopati dan golongan menurut kriteria Child.

Mengingat tingginya angka kematian dan sukarnya dalam menanggulangi perdarahan sakuran makan bagian atas maka perlu dipertimbangkan tindakan yang bersifat preventif terutama untuk mencegah terjadinya sirosis hati.

Related Posts:

Konsep Dasar Leptospirosis

A. Pengertian

Leptospirosis adalah suatu zoonosis yang disebabkan suatu mikroorganisme yaitu leptospira tanpa memandang bentuk spesifik serotipenya. Penyakit ini juga dikenal dengan nama seperti mud fever, slim fever, swamp fever, autumnal fever, infectoius jaundice, field fever, cane cutler fever.

B. Etiologi

Penyakit yang terdapat di negara yang beriklim tropis. Berbagai subgroup yang masing- masing terbagi dalam atas :
  • L icterohaemorhagiae dengan reservoire tikus (syndroma weil)
  • L. canicola dengan reservoire anjing
  • L pamona dengan reservoire sapi dan babi
Insiden :
Penyakit ini dapat berjangkit pada laki-laki dan perempuan pada semua umur.

C. Manifestasi klinis

Masa tunas berkisar antara 2-26 hari(kebanyakan 7-13 hari) rata-rata 10 hari.
Pada leptospira ini ditemukan perjalanan klini sbifasik :
  1. Leptopiremia (berlangsung 4-9 hari). Timbul demam mendadak, diserta sakit kepala (frontal, oksipital atau bitemporal). Pada otot akan timbul keluhan mialgia dan nyeri tekan (otot gastronemius, paha pinggang,) dandiikuti heperestesia kulit. Gejala menggigil dan demam tinggi, mual, muntah, diare, batuk, sakit dada, hemoptisis, penurunan kesadaran, dan injeksi konjunctiva. Injeksi faringeal, kulit dengan ruam berbentuk makular/makolupapular/urtikaria yang tersebar pada badan, splenomegali, dan hepatomegali.
  2. Fase imun (1-3 hari). Fase imun yang berkaitan dengan munculnya antibodi IgM sementara konsentrasi C¬3, tetap normal. Meningismus, demam jarang melebihi 39oC. Gejala lain yang muncul adalah iridosiklitis, neuritis optik, mielitis, ensefalitis, serta neuripati perifer.
  3. Fase penyembuhan (minggu ke-2 sampai minggu ke-4). Dapat ditemukan adanya demam atau nyeri otot yang kemudian berangsur-angsur hilang.
D. Patofisiologi

Manusia bisa terinfeksi jika terjadi kontak pada kulit atau selaput lendir yang luka/erosi dengan air, lumpur dan sebagainya yang telah tercemar oleh air kemih binatang yang terinfeksi leptospira. Leptospira yang masuk melalui kulit maupun selaput lendir yang luka/erosi akan menyebar ke organ-organ dan jaringan tubuh melalui darah. Sistem imun tubuh akan berespon sehingga jumlah laptospira akan berkurang, kecuali pada ginjal yaitu tubulus dimana kan terbentuk koloni-koloni pada dinding lumen yang mengeluarkan endotoksin dan kemudian dapat masuk ke dalam kemih.

E. Komplikasi

Pada leptospira, komplikasi yang sering terjadi adalah iridosiklitis, gagal ginjal, miokarditis, meningitis aseptik dan hepatitis. Perdarahan masif jarang ditemui dan bila terjadi selalu menyebabkan kematian.

F. Penatalaksanaan

Obat antibiotika yang biasa diberikan adalah penicillin, strptomisin, tetrasiklin, kloramfenikol, eritromisin dan siproflokasasin. Obat pilihan utama adalah penicillin G 1,5 juta unit setiap 6 jam selama 5-7 hari. Dalam 4-6 jam setelah pemeberian penicilin G terlihat reaksi Jarisch Hecheimmer yang menunjukkan adanya aktivitas antileptospira obat ini efektif pada pemberian 1-3 hari namun kurnag bermanfaat bila diberikan setelah fase imun dan tidak efektif jika terdapat ikterus, gagal ginjal dan meningitis. Tindakan suporatif diberikan sesuai denan keparahan penyakit dan komplikasi yang timbul.

G. prognosis

Tergantung keadaan umum klien, umur, virulensi leptospira, dan ada tidaknya kekebalan yang didapat. Kematian juga biasanya terjadi akibat sekunder dari faktor pemberat seperti gagal ginjal atau perdarahan dan terlambatnya klien mendapat pengobatan.

Related Posts:

Konsep Dasar Skizofrenia

Pengertian 

Skizofrenia / Schizophrenia adalah suatu diskripsi sindrom dengan variasi penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau deteriorating) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada pertimbangan pengaruh genetik, fisik dan sosial budaya (Rusdi Maslim, 1997; 46).

Penyebab
  1. Keturunan. Telah dibuktikan dengan penelitian bahwa angka kesakitan bagi saudara tiri 0,9-1,8 %, bagi saudara kandung 7-15 %, bagi anak dengan salah satu orang tua yang menderita Skizofrenia 40-68 %, kembar 2 telur 2-15 % dan kembar satu telur 61-86 % (Maramis, 1998; 215 ).
  2. Endokrin. Teori ini dikemukakan berhubung dengan sering timbulnya Skizofrenia pada waktu pubertas, waktu kehamilan atau puerperium dan waktu klimakterium., tetapi teori ini tidak dapat dibuktikan.
  3. Metabolisme. Teori ini didasarkan karena penderita Skizofrenia tampak pucat, tidak sehat, ujung extremitas agak sianosis, nafsu makan berkurang dan berat badan menurun serta pada penderita dengan stupor katatonik konsumsi zat asam menurun. Hipotesa ini masih dalam pembuktian dengan pemberian obat halusinogenik.
  4. Susunan saraf pusat. Penyebab Skizofrenia diarahkan pada kelainan SSP yaitu pada diensefalon atau kortek otak, tetapi kelainan patologis yang ditemukan mungkin disebabkan oleh perubahan postmortem atau merupakan artefakt pada waktu membuat sediaan.
  5. Teori Adolf Meyer. Skizofrenia tidak disebabkan oleh penyakit badaniah sebab hingga sekarang tidak dapat ditemukan kelainan patologis anatomis atau fisiologis yang khas pada SSP tetapi Meyer mengakui bahwa suatu suatu konstitusi yang inferior atau penyakit badaniah dapat mempengaruhi timbulnya Skizofrenia. Menurut Meyer Skizofrenia merupakan suatu reaksi yang salah, suatu maladaptasi, sehingga timbul disorganisasi kepribadian dan lama kelamaan orang tersebut menjauhkan diri dari kenyataan (otisme).
  6. Teori Sigmund Freud. Skizofrenia terdapat (1) kelemahan ego, yang dapat timbul karena penyebab psikogenik ataupun somatik (2) superego dikesampingkan sehingga tidak bertenaga lagi dan Id yang berkuasa serta terjadi suatu regresi ke fase narsisisme dan (3) kehilangan kapasitas untuk pemindahan (transference) sehingga terapi psikoanalitik tidak mungkin.
  7. Eugen Bleuler. Penggunaan istilah Skizofrenia menonjolkan gejala utama penyakit ini yaitu jiwa yang terpecah belah, adanya keretakan atau disharmoni antara proses berfikir, perasaan dan perbuatan. Bleuler membagi gejala Skizofrenia menjadi 2 kelompok yaitu gejala primer (gangguan proses pikiran, gangguan emosi, gangguan kemauan dan otisme) gejala sekunder (waham, halusinasi dan gejala katatonik atau gangguan psikomotorik yang lain).
  8. Teori lain. Skizofrenia sebagai suatu sindroma yang dapat disebabkan oleh bermacam-macam sebab antara lain keturunan, pendidikan yang salah, maladaptasi, tekanan jiwa, penyakit badaniah seperti lues otak, arterosklerosis otak dan penyakit lain yang belum diketahui.
  9. Ringkasan. Sampai sekarang belum diketahui dasar penyebab Skizofrenia. Dapat dikatakan bahwa faktor keturunan mempunyai pengaruh. Faktor yang mempercepat, yang menjadikan manifest atau faktor pencetus (presipitating factors) seperti penyakit badaniah atau stress psikologis, biasanya tidak menyebabkan Skizofrenia, walaupun pengaruhnya terhadap suatu penyakit Skizofrenia yang sudah ada tidak dapat disangkal.( Maramis, 1998;218 ).
Pembagian Schizophrenia

Kraepelin membagi Skizofrenia dalam beberapa jenis berdasarkan gejala utama antara lain :
  1. Skizofrenia Simplek. Sering timbul pertama kali pada usia pubertas, gejala utama berupa kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berfikir sukar ditemukan, waham dan halusinasi jarang didapat, jenis ini timbulnya perlahan-lahan.
  2. Skizofrenia Hebefrenia. Permulaannya perlahan-lahan atau subakut dan sering timbul pada masa remaja atau antara 15-25 tahun. Gejala yang menyolok ialah gangguan proses berfikir, gangguan kemauan dan adanya depersenalisasi atau double personality. Gangguan psikomotor seperti manerism, neologisme atau perilaku kekanak-kanakan sering terdapat, waham dan halusinasi banyak sekali.
  3. Skizofrenia Katatonia. Timbulnya pertama kali umur 15-30 tahun dan biasanya akut serta sering didahului oleh stress emosional. Mungkin terjadi gaduh gelisah katatonik atau stupor katatonik.
  4. Skizofrenia Paranoid. Gejala yang menyolok ialah waham primer, disertai dengan waham-waham sekunder dan halusinasi. Dengan pemeriksaan yang teliti ternyata adanya gangguan proses berfikir, gangguan afek emosi dan kemauan.
  5. Episode Skizofrenia akut. Gejala Skizofrenia timbul mendadak sekali dan pasien seperti dalam keadaan mimpi. Kesadarannya mungkin berkabut. Dalam keadaan ini timbul perasaan seakan-akan dunia luar maupun dirinya sendiri berubah, semuanya seakan-akan mempunyai suatu arti yang khusus baginya.
  6. Skizofrenia Residual. Keadaan Skizofrenia dengan gejala primernya Bleuler, tetapi tidak jelas adanya gejala-gejala sekunder. Keadaan ini timbul sesudah beberapa kali serangan Skizofrenia.
  7. Skizofrenia Skizo Afektif. Disamping gejala Skizofrenia terdapat menonjol secara bersamaaan juga gejala-gejala depresi (skizo depresif) atau gejala mania (psiko-manik). Jenis ini cenderung untuk menjadi sembuh tanpa defek, tetapi mungkin juga timbul serangan lagi.
Konsep Dasar Schizophrenia Hebefrenik
  1. Batasan : Salah satu tipe skizofrenia yang mempunyai ciri ;
    • Inkoherensi yang jelas dan bentuk pikiran yang kacau (disorganized).
    • Tidak terdapat waham yang sistemik
    • Efek yang datar dan tak serasi / ketolol – tololan.
  2. Gejala Klinik : Gambaran utama skizofrenia tipe hebefrenik berupa :
    • Inkoherensi yang jelas
    • Afek datar tak serasi atau ketolol – tololan.
    • Sering disertai tertawa kecil (gigling) atau senyum tak wajar.
    • Waham / halusinasi yang terpecah – pecah isi temanya tidak terorganisasi sebagai suatu kesadaran, tidak ada waham sistemik yang jelas gambaran penyerta yang sering di jumpai.
    • Menyertai pelanggaran (mennerism) berkelakar.
    • Kecenderungan untuk menarik diri secara ekstrem dari hubungan sosial.
    • Berbagai perilaku tanpa tujuan.
  3. Gambaran klinik ini di mulai dalam usia muda (15-25 th) berlangsung pelan – pelan menahan tanpa remisi yang berarti peterroasi kepribadian dan sosial yang terjadi paling hebat di banding tipe yang lain.

Related Posts:

Konsep Dasar Hypertiroid

Pengertian

Hipertiroid adalah respon jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolik hormon tiroid yang berlebihan.Bentuk yang umum dari masalah ini adalah penyakit graves, sedangkan bentuk yang lain adalah toksik adenoma , tumor kelenjar hipofisis yang menimbulkan sekresi TSH meningkat, tiroditis subkutan dan berbagai bentuk kanker tiroid.

Etiologi

Lebih dari 95% kasus hipertiroid disebabkan oleh penyakit graves,suatu penyakit tiroid autoimun yang antibodinya merangsang sel-sel untuk menghasilkan hormone yang berlebihan.

Penyebab hipertiroid lainnya yang jarang selain penyakit graves adalah :
  1. Toksisitas pada strauma multinudular
  2. Adenoma folikular fungsional ,atau karsinoma(jarang)
  3. Adema hipofisis penyekresi-torotropin (hipertiroid hipofisis)
  4. Tomor sel benih, misal karsinoma (yang kadang dapat menghasilkan bahan mirip-TSH) atau teratoma (yang mengandung jarian tiroid fungsional)
  5. Tiroiditis (baik tipe subkutan maupun hashimato)yang keduanya dapat berhubungan dengan hipertiroid sementara pada fase awal
Manisfestasi klinis

Pada stadium yang ringan sering tanpa keluhan. Demikian pula pada orang usia lanjut, lebih dari 70 tahun, gejala yang khas juga sering tidak tampak. Tergantung pada beratnya hipertiroid, maka keluhan bisa ringan sampai berat. Keluhan yang sering timbul antara lain adalah :
  1. Kecemasan, ansietas, insomnia dan tremor halus
  2. Penurunan berat badan walaupun nafsu makan baik
  3. Intoleransi panas dan banyak keringat
  4. Papitasi,takikardi,aritmia jantung,dan gagal jantung,yang dapat terjadi akibat efek tiroksin pada sel-sel miokardium
  5. Amenorea dan infertilitas
  6. Kelemahan otot,terutama pada lingkar anggota gerak ( miopati proksimal)
  7. Osteoporosis disertai nyeri tulang.

Related Posts:

Asuhan keperawatan Pada Klien Rhematoid Artritis

Pengkajian

Riwayat Keperawatan
  1. Adanya keluhan sakit dan kekakuan pada tangan, atau pada tungkai.
  2. Perasaan tidak nyaman dalam beberapa periode/waktu sebelum pasien mengetahui dan merasakan adanya perubahan pada sendi.
Pemeriksaan Fisik
  1. Inspeksi dan palpasi persendian untuk masing-masing sisi (bilateral), amati warna kulit, ukuran, lembut tidaknya kulit, dan pembengkakan.
  2. Lakukan pengukuran passive range of mation pada sendi-sendi sinovial
    • Catat bila ada deviasi (keterbatasan gerak sendi)
    • Catat bila ada krepitasi
    • Catat bila terjadi nyeri saat sendi digerakkan
  3. Lakukan inspeksi dan palpasi otot-otot skelet secara bilateral
    • Catat bia ada atrofi, tonus yang berkurang
    • Ukur kekuatan otot
  4. Kaji tingkat nyeri, derajat dan mulainya
  5. Kaji aktivitas/kegiatan sehari-hari
Riwayat Psiko Sosial

Pasien dengan RA mungkin merasakan adanya kecemasan yang cukup tinggi apalagi pad pasien yang mengalami deformitas pada sendi-sendi karean ia merasakan adanya kelemahan-kelemahan pada dirinya dan merasakan kegiatan sehari-hari menjadi berubah. Perawat dapat melakukan pengkajian terhadap konsep diri klien khususnya aspek body image dan harga diri klien.

Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan tanda dan gejala yang dialami oleh pasien dengan artritis ditambah dengan adanya data dari pemeriksaan diagnostik, maka diagnosa keperawatan yang sering muncul yaitu :
Gangguan body image berhubungan dengan perubahan penampilan tubuh, sendi, bengkok, deformitas.
Nyeri berhubungan dengan perubahan patologis oleh artritis rhematoid.
Risiko cedera berhubungan dengan hilangnya kekuatan otot, rasa nyeri.


Intervensi
1. Gangguan body image berhubungan dengan perubahan penampilan tubuh, sendi, bengkok, deformitas.
Tujuan :
  • Klien memahami perubahan-perubahan tubuhnya akibat proses penyakit
Recana/tindakan Keperawatan :
  • Dorong klien untuk mengungkapkan rasa takut dan cemasnya mengahdapi proses penyakit. Kondisi ini dapat membantu untuk menyadari keadaan diri.
  • Berikan support yang sesuai. Hal ini dapat membantu meningkatkan upaya menerima dirinya.
  • Dorong klien untuk mandiri. Kemandirian membantu meningkatkan harga diri.
  • Memodifikasi lingkungan sesuai dengan kondisi klien
2. Nyeri berhubungan dengan perubahan patologis oleh artritis rhematoid.
Tujuan :
  • Kebutuhan rasa nyaman klien terpenuhi atau klien terhindar dari rasa nyeri
Recana/tindakan Keperawatan :
  • Istirahatkan klien sesuai kondisi (bed rest). Hal ini dapat membantu menurunkan stress muskuloskeletal, mengurangi tegangan otot, dan meningkatkan relaksasi karena kelelahan dapat mendorong terjadinya nyeri.
  • Pertahankan posisi fisiologis dengan benar atai body alignment yang baik. Bantu dan ajari klien untuk menghindari gerakan eksternal rotasi pada ekstremitas. Hindarkan menggunakan bantal dibawah lutut, tetapi letakkan bantal diatara lutut, hindari fleksi leher.
  • Bila direncanakan klien dapat menggunakan splint, atau brace. Hal ini dapat mencegah deformitas lebih lanjut.
  • Hindari gerakan yang cepat dan tiba-tiba karena dapat menimbulkan dislokasi dan stress pada sendi-sendi.
  • Lakukan perawatan dengan hati-hati khususnya pada anggota-anggota tubuh yang sakit. Karena gerakan-gerakan yang kasar akan semakin menimbulkan nyeri.
  • Gunakan terapi panas misal kompres hangat pada area/bagian tubuh yang sakit. Panas dapat meningkatkan sirkulasi, relaksai otot-otot, mengurangi kekakuan. Kemungkinan juga dapat membantu pengeluaran endorfin yaitu sejenis morfin yang diproduksi oleh tubuh.
  • Lakukan perawatan kulit dan masase perlahan. Hal ini membantu meningkatkan aliran darah relaksasi otot, dan menghambat impuls-impuls nyeri serta merangsang pengeluaran endorfin.
  • Memberikan obat-obatan sesuai terapi dokter misal, analgetik, antipiretik, anti inflamasi.
3. Risiko cedera berhubungan dengan hilangnya kekuatan otot dan sendi
Tujuan :
  • Klien terhindar dari cedera
Recana/tindakan Keperawatan :
  • Gunakan sepatu yang menyokong, hindarkan lantai yang licin, menggunakan pegangan dikamar mandi.
  • Lakukan latihan ROM (bila memungkinkan). Untuk meningkatkan mobilitas dan kekuatan otot, mencegah deformitas, mempertahankan fungsi semaksimal mungkin.
  • Monitor atau observasi efek penggunaan obat-obatan misal ada perdarahan pada lambung, hematemesis.

Related Posts:

Asuhan Keperawatan Ulcus Cornea

A. Pengertian
Keratitis ulseratif yang lebih dikenal sebagai ulserasi kornea yaitu terdapatnya destruksi (kerusakan) pada bagian epitel kornea. (Darling,H Vera, 2000, hal 112)

B. Etiologi

Faktor penyebabnya antara lain:
  • Kelainan pada bulu mata (trikiasis) dan sistem air mata (insufisiensi air mata, sumbatan saluran lakrimal), dan sebagainya
  • Faktor eksternal, yaitu : luka pada kornea (erosio kornea), karena trauma, penggunaan lensa kontak, luka bakar pada daerah muka
  • Kelainan-kelainan kornea yang disebabkan oleh : oedema kornea kronik, exposure-keratitis (pada lagophtalmus, bius umum, koma) ; keratitis karena defisiensi vitamin A, keratitis neuroparalitik, keratitis superfisialis virus.
  • Kelainan-kelainan sistemik; malnutrisi, alkoolisme, sindrom Stevens-Jhonson, sindrom defisiensi imun.
  • Obat-obatan yang menurunkan mekanisme imun, misalnya : kortikosteroid, IUD, anestetik lokal dan golongan imunosupresif.
Secara etiologik ulkus kornea dapat disebabkan oleh :
  • Bakteri. Kuman yang murni dapat menyebabkan ulkus kornea adalah streptokok pneumoniae, sedangkan bakteri lain menimbulkan ulkus kornea melalui faktor-faktor pencetus diatas.
  • Virus : herpes simplek, zooster, vaksinia, variola
  • Jamur : golongan kandida, fusarium, aspergilus, sefalosporium
  • Reaksi hipersensifitas
  • Reaksi terhadap stapilokokus (ulkus marginal), TBC (keratokonjungtivitis flikten), alergen tak diketahui (ulkus cincin)
(Sidarta Ilyas, 1998, 57-60)

C. Tanda dan Gejala
  1. Pada ulkus yang menghancurkan membran bowman dan stroma, akan menimbulkan sikatrik kornea.
  2. Gejala subyektif pada ulkus kornea sama seperti gejala-gejala keratitis. Gejala obyektif berupa injeksi silier, hilangnya sebagian jaringan kornea dan adanya infiltrat. Pada kasus yang lebih berat dapat terjadi iritis disertai hipopion.
  3. Fotofobia
  4. Rasa sakit dan lakrimasi
(Darling,H Vera, 2000, hal 112)

D . Macam-Macam Ulkus Kornea Secara Detail

Ulkus kornea dibagi dalam bentuk :

1. Ulkus kornea sentral meliputi:

a. Ulkus kornea oleh bakteri.
Bakteri yang ditemukan pada hasil kultur ulkus dari kornea yang tidak ada faktor pencetusnya (kornea yang sebelumnya betul-betul sehat) adalah :
  • Streptokokok pneumonia
  • Streptokokok alfa hemolitik
  • Pseudomonas aeroginosa
  • Klebaiella Pneumonia
  • Spesies Moraksella
Sedangkan dari ulkus kornea yang ada faktor pencetusnya adalah bakteri patogen opportunistik yang biasa ditemukan di kelopak mata, kulit, periokular, sakus konjungtiva, atau rongga hidung yang pada keadaan sistem barier kornea normal tidak menimbulkan infeksi. Bakteri pada kelompok ini adalah :
  • Stafilokukkus epidermidis
  • Proteus
  • Streptokokok Beta Hemolitik
Ulkus kornea oleh bakteri Streptokokok.
Bakteri kelompok ini yang sering dijumpai pada kultur dari infeksi ulkus kornea adalah :
  • Streptokok pneumonia (pneumokok)
  • Streptokok viridans (streptokok alfa hemolitik0
  • Streptokok pyogenes (streptokok beta hemolitik)
  • Streptokok faecalis (streptokok non-hemolitik)
Walaupun streptokok pneumonia adalah penyebab yang biasa terdapat pada keratitis bakterial, akhir-akhir ini prevalensinya banyak digantikan oleh stafilokokus dan pseudomonas.

Ulkus oleh streptokok viridans lebih sering ditemukan mungkin disebabkan karena pneumokok adalah penghuni flora normal saluran pernafasan, sehingga terdapat semacam kekebalan. Streptokok pyogenes walaupun seringkali merupakan bakteri patogen untuk bagian tubuh yang lain, kuman ini jarang menyebabkan infeksi kornea. Ulkus oleh streptokok faecalis didapatkan pada kornea yang ada faktor pencetusnya.

Gambaran Klinis Ulkus kornea oleh bakteri Streptokokok

Ulkus berwarna kuning keabu-abuan, berbetuk cakram dengan tepi ulkus menggaung. Ulkus cepat menjalar ke dalam dan menyebabkan perforasi kornea, karen aeksotoksin yang dihasilkan oleh streptokok pneumonia

Pengobatan : Sefazolin, Basitrasin dalam bentuk tetes, injeksi subkonjungtiva dan intra vena

Ulkus kornea oleh bakteri Stafilokokkus

Infeksi oleh Stafilokokus paling sering ditemukan. Dari 3 spesies stafilokokus Aureus, Epidermidis dan Saprofitikus, infeksi oleh Stafilokokus Aureus adalah yang paling berat, dapat dalam bentuk : infeksi ulkus kornea sentral, infeksi ulkus marginal, infeksi ulkus alergi (toksik).

Infeksi ulkus kornea oleh Stafilokokus Epidermidis biasanya terjadi bila ada faktor penceus sebelumnya seperti keratopati bulosa, infeksi herpes simpleks dan lensa kontak yang telah lama digunakan.

Gambaran Klinis Ulkus kornea oleh bakteri Stafilokokkus

Pada awalnya berupa ulkus yang berwarna putih kekuningan disertai infiltrat berbatas tegas tepat dibawah defek epithel. Apabila tidak diobati secara adekuat, akan terjadi abses kornea yang disertai oedema stroma dan infiltrasi sel lekosit. Walaupun terdapat hipopion ulkus sering kali indolen yaitu reaksi radangnya minimal. Infeksi kornea marginal biasanya bebas kuman dan disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas terhadap Stafilokokus Aureus.

Ulkus kornea oleh bakteri Pseudomonas

Berbeda dengan ulkus kornea sebelumnya, pada ulkus pseudomonas bakteri ini ditemukan dalam jumlah yang sedikit. Bakteri pseudomonas bersifat aerob obligat dan menghasilkan eksotoksin yang menghambat sintesis protein. Keadaan ini menerangkan mengapa pada ulkus pseudomonas jaringan kornea cepat hancur dan mengalami kerusakan. Bakteri pseudomonas dapat hidup dalam kosmetika, cairan fluoresein, cairan lensa kontak.

Gambaran Klinis Ulkus kornea oleh bakteri pseudomonas

Biasanya dimulai dengan ulkus kecil dibagian sentral kornea dengan infiltrat berwarna keabu-abuan disertai oedema epitel dan stroma. Ulkus kecil ini dengan cepat melebar dan mendalam serta menimbulkan perforasi kornea. Ulkus mengeluarkan discharge kental berwarna kuning kehijauan.

Pengobatan : gentamisin, tobramisin, karbesilin yang diberikan secara lokal, subkonjungtiva serta intra vena.


b. Ulkus kornea oleh virus

Ulkus kornea oleh virus herpes simpleks cukup sering dijumpai. Bentuk khas dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil dilapisan epitel yang bila pecah akan menimbulkan ulkus. Ulkus dapat juga terjadi pada bentuk disiform bila mengalami nekrosis di bagian sentral.

c.Ulkus kornea oleh jamur

Ulkus kornea oleh jamur banyak ditemukan, hal ini dimungkinkan oleh :
  1. Penggunaan antibiotika secara berlebihan dalam jangka waktu yang lama atau pemakaian kortikosteroid jangka panjang
  2. Fusarium dan sefalosporium menginfeksi kornea setelah suatu trauma yang disertai lecet epitel, misalnya kena ranting pohon atau binatang yang terbang mengindikasikan bahwa jamur terinokulasi di kornea oleh benda atau binatang yang melukai kornea dan bukan dari adanya defek epitel dan jamur yang berada di lingkungan hidup.
  3. Infeksi oleh jamur lebih sering didapatkan di daerah yang beriklim tropik, maka faktor ekologi ikut memberikan kontribusi.
Fusarium dan sefalosporium terdapat dimana-mana, ditanah, di udara dan sampah organik. Keduanya dapat menyebabkan penyakit pada tanaman dan pada manusia dapat diisolasi dari infeksi kulit, kuku, saluran kencing.

Aspergilus juga terdapat dimana-mana dan merupakan organisme oportunistik , selain keratitis aspergilus dapat menyebabkan endoftalmitis eksogen dan endogen, selulitis orbita, infeksi saluran lakrimal.

Kandida adalah jamur yang paling oportunistik karena tidak mempunyai hifa (filamen) menginfeksi mata yang mempunyai faktor pencetus seperti exposure keratitis, keratitis sika, pasca keratoplasti, keratitis herpes simpleks dengan pemakaian kortikosteroid.

Pengobatan : Pemberian obat anti jamur dengan spektrum luas, apabila memungkinkan dilakukan pemeriksaan laboratorium dan tes sensitifitas untuk dapat memilih obat anti jamur yang spesifik.

2. Ulkus marginal

Ulkus marginal adalah peradangan kornea bagian perifer dapat berbentuk bulat atau dapat juga rektangular (segiempat) dapat satu atau banyak dan terdapat daerah kornea yang sehat dengan limbus. Ulkus marginal dapat ditemukan pada orang tua dan sering dihubungkan dengan penyakit rematik atau debilitas. Dapat juga terjadi ebrsama-sama dengan radang konjungtiva yang disebabkan oleh Moraxella, basil Koch Weeks dan Proteus Vulgaris. Pada beberapa keadaan dapat dihubungkan dengan alergi terhadap makanan. Secara subyektif ; penglihatan pasien dengan ulkus marginal dapat menurun disertai rasa sakit, lakrimasi dan fotofobia. Secara obyektif : terdapat blefarospasme, injeksi konjungtiva, infiltrat atau ulkus yang sejajar dengan limbus.

Pengobatan : Pemberian kortikosteroid topikal akan sembuh dalam 3 hingga 4 hari, tetapi dapat rekurens. Antibiotika diberikan untuk infeksi stafilokok atau kuman lainnya. Disensitisasi dengan toksoid stafilokkus dapat memberikan penyembuhan yang efektif.
  1. Ulkus cincin. Merupakan ulkus kornea perifer yang dapat mengenai seluruh lingkaran kornea, bersifat destruktif dan biasaya mengenai satu mata. Penyebabnya adalah reaksi alergi dan ditemukan bersama-sama penyakit disentri basile, influenza berat dan penyakit imunologik. Penyakit ini bersifat rekuren. Pengobatan bila tidak erjad infeksi adalah steroid saja.
  2. Ulkus kataral simplek. Letak ulkus peifer yang tidak dalam ini berwarna abu-abu dengan subu terpanjag tukak sejajar dengan limbus. Diantara infiltrat tukak yang akut dengan limbus ditepiya terlihat bagian yang bening. Terjadi ada pasien lanut usia. Pengobatan dengan memberikan antibiotik, steroid dan vitamin.
  3. Ulkus Mooren. Merupakan ulkus kronik yang biasanya mulai dari bagian perifer kornea berjalan progresif ke arah sentral tanpa adaya kecenderungan untuk perforasi. Gambaran khasnya yaitu terdapat tepi tukak bergaung dengan bagan sentral tanpa adanya kelainan dalam waktu yang agak lama. Tukak ini berhenti jika seluuh permukaan kornea terkenai. Penyebabya adalah hipersensitif terhadap tuberkuloprotein, virus atau autoimun. Keluhannya biasanya rasa sakit berat pada mata. Pengobatan degan steroid, radioterapi. Flep konjungtiva, rejeksi konjungtiva, keratektomi dan keratoplasti.
(Sidarta Ilyas, 1998, 57-60)

E. Penatalaksanaan :

Pasien dengan ulkus kornea berat biasanya dirawat untuk pemberian berseri (kadang sampai tiap 30 menit sekali), tetes antimikroba dan pemeriksaan berkala oleh ahli opthalmologi. Cuci tangan secara teliti adalah wajib. Sarung tangan harus dikenakan pada setiap intervensi keperawatan yang melibatkan mata. Kelopak mata harus dijaga kebersihannya, dan perlu diberikan kompres dingin. Pasien dipantau adanya peningkatan tanda TIO. Mungkin diperlukan asetaminofen untuk mengontrol nyeri. Siklopegik dan midriatik mungkin perlu diresep untuk mengurangi nyeri dan inflamasi. Tameng mata (patch) dan lensa kontak lunak tipe balutan harus dilepas sampai infeksi telah terkontrol, karena justru dapat memperkuat pertumbuhan mikroba. Namun kemudian diperlukan untuk mempercepat penyembuhan defek epitel.

F. Pemeriksaan Diagnostik :
  1. Kartu mata/ snellen telebinokuler (tes ketajaman penglihatan dan sentral penglihatan )
  2. Pengukuran tonografi : mengkaji TIO, normal 15 - 20 mmHg
  3. Pemeriksaan oftalmoskopi
  4. Pemeriksaan Darah lengkap, LED
  5. Pemeriksaan EKG
  6. Tes toleransi glukosa
G. Pengkajian :
  1. Aktifitas / istirahat : perubahan aktifitas
  2. Neurosensori : penglihatan kabur, silau
  3. Nyeri : ketidaknyamanan, nyeri tiba-tiba/berat menetap/ tekanan pada & sekitar mata
  4. Keamanan : takut, ansietas
(Doenges, 2000)

Diagnosa dan Intervensi Keperawatan :

Ketakutan atau ansietas berhubungan dengan kerusakan sensori dan kurangnya pemahaman mengenai perawatan pasca operatif, pemberian obat

Intervensi :
  1. Kaji derajat dan durasi gangguan visual
  2. Orientasikan pasien pada lingkungan yang baru
  3. Jelaskan rutinitas perioperatif
  4. Dorong untuk menjalankan kebiasaan hidup sehari-hari bila mampu
  5. Dorong partisipasi keluarga atau orang yang berarti dalam perawatan pasien.
Risiko terhadap cedera yang berhubungan dengan kerusakan penglihatan

Intervensi :
  1. Bantu pasien ketika mampu melakukan ambulasi pasca operasi sampai stabil
  2. Orientasikan pasien pada ruangan
  3. Bahas perlunya penggunaan perisai metal atau kaca mata bila diperlukan
  4. Jangan memberikan tekanan pada mata yang terkena trauma
  5. Gunakan prosedur yang memadai ketika memberikan obat mata

Nyeri yang berhubungan dengan trauma, peningkatan TIO, inflamasi intervensi bedah atau pemberian tetes mata dilator

Intervensi :
  1. Berikan obat untuk mengontrol nyeri dan TIO sesuai resep
  2. Berikan kompres dingin sesuai permintaan untuk trauma tumpul
  3. Kurangi tingkat pencahayaan
  4. Dorong penggunaan kaca mata hitam pada cahaya kuat
  5. Potensial terhadap kurang perawatan diri yang berhubungan dengan kerusakan penglihatan
Intervensi :
  1. Beri instruksi pada pasien atau orang terdekat mengenai tanda dan gejala, komplikasi yang harus segera dilaporkan pada dokter
  2. Berikan instruksi lisan dan tertulis untuk pasien dan orang yang berarti mengenai teknik yang benar dalam memberikan obat
  3. Evaluasi perlunya bantuan setelah pemulangan
  4. Ajari pasien dan keluarga teknik panduan penglihatan
e. Perubahan persepsi sensori: visual b.d kerusakan penglihatan

Tujuan: Pasien mampu beradaptasi dengan perubahan

Kriteria hasil :
  1. Pasien menerima dan mengatasi sesuai dengan keterbatasan penglihatan
  2. Menggunakan penglihatan yang ada atau indra lainnya secara adekuat
Intervensi:
  1. Perkenalkan pasien dengan lingkungannya
  2. Beritahu pasien untuk mengoptimalkan alat indera lainnya yang tidak mengalami gangguan
  3. Kunjungi dengan sering untuk menentukan kebutuhan dan menghilangkan ansietas
  4. Libatkan orang terdekat dalam perawatan dan aktivitas
  5. Kurangi bising dan berikan istirahat yang seimbang
f. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai perawatan diri dan proses penyakit

Tujuan: Pasien memiliki pengetahuan yang cukup mengenai penyakitnya

Kriteria hasil:
  1. Pasien memahami instruksi pengobatan
  2. Pasien memverbalisasikan gejala-gejala untuk dilaporkan
Intervensi:
  1. Beritahu pasien tentang penyakitnya
  2. Ajarkan perawatan diri selama sakit
  3. Ajarkan prosedur penetesan obat tetes mata dan penggantian balutan pada pasien dan keluarga
  4. Diskusikan gejala-gejala terjadinya kenaikan TIO dan gangguan penglihatan
DAFTAR PUSTAKA

Sidarta, Ilyas. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Cet. 5. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 1998.

Darling, Vera H & Thorpe Margaret R. Perawatan Mata. Yogyakarta : Penerbit Andi; 1995.

Doenges, Marilynn E. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih bahasa I Made Kariasa. Ed. 3. Jakarta, 2000

Related Posts: